Jumat ini (2/11) kabarnya pihak kepolisian menerima pemberitahuan akan ada aksi bela Tauhid jilid II menyusul aksi pekan lalu. Redaksi masih menunggu foto-foto dari fotografer kami di lapangan, semoga aksi berlangsung damai.
Membela lafaz tauhid semestinya tanpa menanggalkan nilai-nilai ketauhidan, tidak menuntut hukum manusia berlaku lebih adil dengan luapan kemarahan. Tidak melupakan masih ada hukum Tuhan yang jauh lebih adil, penuh kasih sayang saat ditegakkan oleh utusan-Nya baginda Nabi Muhammad SAW., yang semua muslim meyakini berkasih-sayang dengan saudara seiman termasuk nilai yang terkandung dalam kalimat tauhid sebelum dituliskan ke atas sebuah bendera.
Pada aksi bela tauhid pekan lalu, redaksi sempat melihat foto-foto dokumentasi melalui ponsel, foto yang menunjukkan peserta aksi tak sadar telah melakukan hal yang kurang lebih sama dengan pembakaran bendera yang memicu aksi membela bendera berlafaz tauhid, terlepas dari sebab, tujuan dan motivasinya.
Ada foto yang perlihatkan bendera berlafaz tauhid dijadikan alas betis, selonjoran kelelahan. Foto lain terlihat bendera kecil dengan kalimat tauhid diletakkan tegak menyandar ke pagar sebuah bangunan tepat di atas selokan, saat aksi seorang peserta membawa bendera berlafaz tauhid yang kebesaran, sebagian bendera terlihat menyentuh tanah.
Kami sengaja tidak menyimpan foto-foto tersebut, sebagaimana redaksi tidak ingin menyimpan dan mengabarkan pembakaran bendera berlafaz tauhid.
Mudah jika pembaca ingin mencarinya sendiri, silakan cari di akun-akun pembela atau simpatisan dua pasangan calon presiden yang akan bertarung di tahun 2019 nanti.
Sebagian sebab mengapa redaksi tidak tertarik menaikkan artikel yang khusus membahas insiden pembakaran bendera berlafaz tauhid. Rentan dipolitisir, belum dan tidak akan sepadan jika nilai dan simbol ketauhidan menjadi alat meraih kekuasaan, minimal alat menimbulkan konflik dan perpecahan. Tidak bernilai apa-apa jika dibandingkan dengan apa yang bisa diraih seorang muslim yang mengamalkan nilai-nilai dalam simbol tauhid dengan baik, benar, kemudian indah.
Dalam ‘Seminar Kebangsaan’ bertema “Jangan Suriahkan Indonesia” yang diliput detikcom di Hotel Grand Kemang, Jalan Kemang Raya, Jakarta Selatan, Kamis (1/11/2018). Syekh Adnan Al Afyouni asal Suriah memberi pujian kepada Indonesia, khususnya pelajar Indonesia di Suriah.
“Dan hingga sampai saat ini pelajar Indonesia tetap di Suriah. Indonesia baik diplomasi yang diperankan oleh pemerintah maupun pelajar, membuat kami terkesan bagi negara Suriah, terutama bagi masyarakat Suriah. Kami mencintai Indonesia sebab kami melihat kesatuan, karakter kesopanan, dan kebaikan, dan kami datang ke sini karena akhlak dari pelajar Indonesia. Karena itu kecintaan saya kepada Indonesia adalah kecintaan sahabat sejati,” tuturnya.
Syekh Adnan juga bercerita sedikit mengenai konflik yang terjadi di negaranya. Menurutnya, konflik terjadi terutama karena adanya propaganda agama.
“Celah yang dipakai oleh mereka untuk membuat krisis memainkan celah agama, dengan memainkan propaganda agama, di masjid memainkan propaganda agama untuk memecah belah,” ujar Syekh Adnan.
“Di Suriah pendidikan itu gratis mulai dari sekolah dasar sampai kuliah. Di Suriah kesehatan gratis untuk semua tingkatan dan rumah sakit, segala sesuatu yang menyangkut kebutuhan pokok dipenuhi oleh pemerintah. Tidak ada lagi yang bisa dimainkan di Suriah kecuali celah agama, mereka melakukan fitnah melalui agama.”
Segenap elemen bangsa dan negara yang tidak menginginkan Indonesia menjadi ‘Suriah berikutnya’ tentu menyadari salah satu hikmah dari pesan yang disampaikan oleh Syekh Adnan Al Afyouni asal Suriah.
Sebagaimana yang dicontohkan baginda Nabi Muhammad SAW. dalam banyak konflik dan peperangan, panutan terbaik penegakkan nilai tauhid dari sosok yang merupakan bagian integral dari nilai ketauhidan.
Mencegah perpecahan tidak bisa dilakukan dengan pemaksaan, adu ngotot dan otot dengan sebagian dari kita yang belum tersadar sedang merawat bibit perpecahan, tapi dengan berangkulan.