“Kebencian memberiku nafas, pertikaian memberiku kekuatan” ~ Vaatu.
Vaatu karakter yang mewakili semangat keburukan, kegelapan dan kekacauan. Vaatu berpasangan dengan Raava, karakter semangat kebaikan dalam film animasi avatar Korra.
Film animasi yang membawa sepotong ingatan kisah tentang nabi Musa yang geram kepada Iblis.
Suatu hari Nabi Musa alaihisalam berjalan berkeliling kota di mana umatnya bermukim. Menyapa umat sudah menjadi rutinitas harian, mendamaikan pertikaian, menyelesaikan masalah, juga menjawab pertanyaan.
Menjelang siang, Musa alaihisalam akhirnya tiba di sebuah pasar.
Betapa sedih hati Musa setiba di dalam pasar. Ia menemukan aneka rupa praktik kecurangan dan keculasan manusia di sana. Pedagang, pembeli dan pengunjung pasar semua asyik berlaku curang.
Menyadari Iblis berada di balik semua kerusakan yang ia temui di pasar. Musa geram, lalu mengadu kepada Tuhan.
“Mengapa harus ada Iblis Tuhan? Dunia akan menjadi lebih tenang dan damai tanpa kehadiran Iblis yang menghasut manusia agar berlaku zalim seperti dirinya.”
“Jadi maumu bagaimana Musa?”
“Hilangkan saja Iblis dari muka Bumi ya Tuhan.”
“Begini saja, sebelum kamu menyesali permintaanmu sebagaimana dahulu ketika mengikuti hambaKu Khidir. Selama tiga hari Iblis Aku ikat, tidak berdaya menggoda umat manusia.”
“Baiklah Tuhan.” Musa tidak berani mendebat.
Hari pertama Iblis diikat, pasar sepi, tidak ada pembeli dan pengunjung yang datang. Hari kedua, pasar bak kuburan, para pedagang meninggalkan lapak-lapak dagangannya. Hari ketiga, kota sepi bak kota mati. Umatnya sibuk beribadah di rumah masing-masing.
Setelah hari berganti, sebelum Tuhan melepas ikatan Iblis, buru-buru Musa kembali bermunajat kepada Tuhan, “Mohon lepaskan saja ikatan Iblis ya Tuhan.” Lirih Musa bermohon.
Pada riwayat yang lain, nabi Musa alaihisalam yang terkenal kritis dan suka protes, suatu kali diberi kesempatan bertemu nabi Adam alaihisalam.
Musa tidak dapat mengendalikan dirinya, menyalahkan Adam sebagai sebagai sebab terbuangnya umat manusia dari surga, tempat di mana tidak dibutuhkan usaha apa pun ketika membutuhkan dan menginginkan sesuatu, apa yang melintas dalam hati dan pikiran seketika terwujud. Tempat yang disebut Allah dalam Al Quran kenikmatannya tidak bisa terlintas dalam pikiran dan hati manusia, sebaliknya begitu pula dengan neraka. (Bila surga dan neraka saja tidak mampu kita bayangkan dan pikirkan, bagaimana dengan pencipta keduanya?)
Adam yang semakin arif dan bijaksana sejak menjalani hukuman terbuang dari surga ke muka bumi, yang menemui pertumpahan darah pertama oleh dua pasang anak kembarnya sendiri yang katanya atas nama cinta, dan beraneka hal pertama kali yang dilakukan manusia lainnya di atas bumi, tidak menanggapi emosi yuniornya dengan kemarahan.
“Apakah kamu lupa? Sebelum alam semesta ini, sebelum surga dan neraka diciptakan, sebelum ada aku, Tuhan telah menetapkan takdirku dan Hawa akan memakan buah Khuldi?”
Musa tersenyum kecut, kapok membantah moyangnya, atau ia termasuk orang-orang yang gagal berbaik sangka pada ketetapan Tuhan.
***
Sunatullah, tidak ada ciptaan Tuhan yang sia-sia termasuk Iblis. Juga Sunatullah, semua yang berada dalam dimensi ciptaan saling berpasangan. Hanya Khalik yang Esa dan Tunggal.
Dalam film animasi Avatar Korra yang kami tamatkan di setiap kesempatan ‘working from home’ selama pandemi (membuat ‘doing nothing at home’ menjadi sedikit bernilai, sebenarnya) Raava memberi tahu Korra, bahwa ia maupun Vaatu tidak dapat dihancurkan selama belum tiba masanya semesta ciptaan berakhir.
Jika avatar Korra berhasil membunuh Vaatu, maka Vaatu akan lahir kembali melalui dirinya. Jika Vaatu melalui hamba kegelapan dan keburukan berhasil membunuh Raava, maka ia akan kembali tercipta melalui diri Vaatu.
Alih-alih kemarahan Korra akan sanggup menghentikan, bagi Vaatu kebencian jadi nafasnya, dan pertikaian adalah sumber tenaganya. Satu-satunya cara mengendalikan Vaatu dengan mengurung dan memenjarakannya, bentuk simbolik berpuasa.
***
Kedua kisah tersebut membawa pesan yang sama. Kebencian, kemarahan, dan pertikaian bukanlah cara untuk menundukkan keburukan dan kegelapan.
Dalam perjalanan hidup manusia sejak bangun tidur hingga kembali tidur, hampir semua berisi pilihan-pilihan, bahkan konon sebelum ruh dilahirkan ke bumi, sebelum ditiupkan ke dalam janin manusia, lebih dahulu diperlihatkan takdirnya selama hidup, mengenal dan mengakui Tuhan, jika menolak, maka janin tersebut gugur atau digantikan dengan ruh lain yang bersedia.
Kerap manusia sendiri yang memilih keburukan dan kegelapan, Tuhan menegaskan, segala yang buruk-buruk akibat kesalahan (pilihan) kita sendiri, dan yang baik-baik adalah dari Tuhan, tak jarang membuat pilihan berada di posisi Iblis atau Vaatu.
Posisi yang sebenarnya juga bermanfaat, tetapi kemanfaatan tersebut tetap tidak menghilangkan konsekuensi dari memilih sisi kelam dan buruk.
Tentu, andai bisa kembali mengulang pilihan-pilihan, dan lepas dari takdir harus memilih keburukan sebagai bagian dari pelajaran hidup, alangkah beruntungnya jika selalu bisa memilih kebaikan saja.
Namun, Tuhan lebih tahu kapan seseorang harus menjalani peran sebagai bagian dari keburukan, dan kapan harus menjadi bagian dari kebaikan. Karena itu baginda Nabi Muhammad ﷺ mewasiatkan doa, agar umatnya bermohon kepada Allah Ta’ala yang suka membolak-balik hati manusia, agar ditetapkan pada kebaikan.
Tiga hari setelah peristiwa bom bunuh diri di depan gereja Katedral Makassar, sudah adakah yang membuat daftar ‘manfaat’ apa saja yang diambil dari kejadian tersebut, yang mesti ada selain target memecah belah dan mengadu domba antar umat beragama dan umat manusia?
Melakukan aksi bom bunuh diri adalah pilihan yang buruk, pasti. Tetapi, memanipulasi pikiran dan keyakinan orang lain agar berbuat keburukan dan kerusakan jauh lebih buruk dari keburukan itu sendiri. Mengambil alih posisi dan kewenangan Tuhan kapan seorang manusia harus menjadi bagian dari keburukan agar akhirnya bisa berhenti setelah mengambil pelajaran, dan kapan seseorang menjadi bagian dari kebaikan agar menyadari berbuat dan berbagi kebaikan hanya menghasilkan lebih banyak kebaikan.
Kemudian, setelah tidak lagi terombang-ambing di dua tempat yang berlawanan, seseorang akan menyadari kedua sisi tersebut hanyalah jalan agar ia mengenal Tuhannya, tidak lagi cemas akan neraka dan harap ke surga, hanya berharap cinta yang juga dari-Nya menjembatani perjumpaan dengan Tuhannya.
Wallahu’alaam..