Sering baca dan dengar kearifan lokal, tapi keadilan lokal baru tadi kepikiran.
Kata-kata sifat sederhana sarat makna seperti cinta, arif, adil, kasih, tulus, jujur, dan lain-lain maknanya terdegradasi serendah-rendahnya ketika dianggap lokal, atau global.
Sifat yang terkandung dalam kata-kata tersebut universal, mungkin multiversal, apalagi bila bagian dari sifat-sifat wajib Tuhan walau tanpa ‘maha’. Mana ada sifat Tuhan lokal atau global, yang ada interpretasi terhadap sifat Tuhan secara lokal atau global.
Penting membedakan antara menginterpretasikan yang dibatasi sudut pandang keruangan, dengan memahaminya sebagai bagian dari sifat Pencipta. Risikonya ndak kecil bagi umat Islam, bisa kena tegur ayat yang menyebut: “Bila tidak suka dengan ketentuan-Ku, silakan cari Tuhan lain selain Aku.”
Menyadari bahwa Tuhan adalah Tuhan semesta alam, berarti menyadari bahwa kearifan yang dikenal pada ‘lokalan’ tertentu bukan hak ekslusif, hanya sedang lewat sana. Kearifan yang berdasarkan kata dasarnya ‘arif’ (bukan kearifan yang dikaitkan dengan kebudayaan ritual tradisional) pasti berlaku di mana saja di seluruh dimensi ciptaan.
Meyakini bahwa Tuhan Maha Adil juga begitu. Hanya dengan membuang batasan ruang skala pada kata sifat ‘adil’ baru terasa betul bahwa Tuhan Maha Adil, dan keyakinan tentang keadilan Tuhan menjadi berdasarkan kesadaran.
Mulai dari skala diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan kantor, lingkungan bangsa, lingkungan golongan dan ras, lingkungan agama. Tidak jarang saat mencari keadilan dalam skala diri sendiri, malah menemukannya bukan dalam ruang skala yang sama tapi pada ruang skala lebih besar Tuhan menunjukkan keadilan.
Mereka yang sudah berkeluarga mesti tahu bagaimana Tuhan mengatur keseimbangan rejeki berupa uang dan materi sebuah keluarga. Pekerja kantoran yang telah melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik namun belum menerima gaji yang sepadan juga sering mengalami keadilan Tuhan dalam hidupnya. Kekurangan gaji datang dari penghasilan di tempat lain.
Tanpa keadilan dan keteraturan yang maha detail, alam semesta ciptaan pasti berakhir. Katakanlah pergeseran kutub magnet bumi yang terjadi lokal di sistem tata surya kita, apakah hanya akan membuat masalah di tata surya? Tidak akan melebar ke seluruh galaksi Bima Sakti, kemudian antar galaksi? Pasti berpengaruh pada seluruh semesta.
Hari kemudian yang biasa juga disebut sebagai pengadilan paling adil adalah skala terbesar dari seluruh skala ruang yang akan memenuhi sifat Maha Adil Tuhan. Pasti datang bila melihat keteraturan dan keadilan adalah dasar yang menyebabkan alam semesta masih tetap bertahan. Kepastiannya bisa dibuktikan bila mau, ganti setiap keadilan yang masih berada dalam jangkauan manusia menjadi kecurangan, kesombongan, sewenang-wenang, penindasan, keserakahan, dan lain-lain. Alam pasti akan bereaksi dengan memaksakan kesimbangan juga keadilan, karena manusia dan kemanusiaan adalah bagian integral dari semesta ciptaan yang diciptakan dengan kesimbangan, keteraturan, dan keadilan.
Penyebab manusia tidak berlaku adil, bagi umat Islam sudah jelas panduannya, “Janganlah kebencianmu pada suatu kaum membuatmu tidak berlaku adil.” Jangan benci. Benci hanya sifat turunan, induknya kesombongan.
Jangan karena selama ini belum menemukan keadilan dalam berbagai ruang-ruang skala, menjadikan kita sombong kemudian benci, jangan berputus asa pada sifat Maha Adil Tuhan. Begitu pula bagi kita yang masih belajar berlaku dan memutuskan dengan adil. Masih banyak ruang-ruang lain di mana Tuhan akan menegakkan keadilan seadil-adilnya.