Kasus kopi Sianida yang diangkat oleh Netflix menjadi film dokumenter, membuat kasus kematian Wayan Mirna Salihin akibat kopi sianida kembali mencuat. Jessica Wongso yang tidak diizinkan diwawancarai oleh pihak berwenang dalam film dokumenter tersebut, setelah sempat diwawancarai beberapa menit, membuat pembuat dan penonton film dokumenter bertanya-tanya, mengapa terpidana kasus bom Bali boleh diwawancarai, Jessica Wongso tidak.
Berbagai dugaan kembali bermunculan, termasuk konspirasi pembunuhan tersebut direncanakan agar dana asuransi Mirna bisa cair. Seperti yang dilaporkan oleh CNN pada tahun 2016, pengacara Jessica lainnya, Yudhi Sukinto Wibowo, pernah menyebutkan bahwa Mirna memiliki asuransi jiwa senilai US$ 5 juta di luar negeri, atau setara dengan Rp69 miliar. Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa ada yang sengaja menjebak Jessica agar bisa mencairkan dana asuransi jiwa milik Mirna.
Terkait hal ini, Pakar Forensik Claim Investigation asuransi, Dedi Kristianto, mengatakan bahwa aksi semacam ini bukanlah hal baru. Sebelumnya, ia juga pernah menangani kasus manipulasi klaim meskipun nilainya tidak sebesar dugaan dalam kasus Mirna. “Ketika saya dulu menangani klaim tersebut, ahli warisnya bekerja sama dengan orang tertentu, mungkin pacarnya atau selingkuhannya, yang kemudian membunuh suaminya ketika dia naik motor dan jatuh meninggal dunia,” ungkap Dedi melalui sambungan telepon pada hari Rabu, tanggal 4 Oktober 2023.
Setelah ditelusuri, akhirnya terungkap bahwa pembunuhan itu dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang akan diperoleh ketika suami atau tertanggungnya meninggal dunia. Dedi pun tidak menampik bahwa aksi manipulasi klaim masih ada, meskipun tidak sebesar dalam kasus Mirna, tetapi nilainya mencapai ratusan juta rupiah. Korban-korban manipulasi klaim ini juga tidak hanya terbatas pada orang-orang terkenal, tetapi juga berasal dari masyarakat umum.
Proses klaim uang pertanggungan asuransi jiwa tidak dapat langsung cair begitu saja. Sebelum nasabah dapat menerima manfaat proteksinya, terdapat beberapa tahapan yang dilakukan oleh perusahaan asuransi untuk mencegah terjadinya manipulasi klaim. Dedi menjelaskan bahwa ketika klaim diajukan kepada perusahaan asuransi, pihak asuransi akan terlebih dahulu memeriksa umur polis tersebut. “Dari situ, perusahaan asuransi memiliki trigger-trigger tertentu. Misalnya, jika polis tersebut masih baru dan jumlah uang pertanggungannya besar, serta terjadi kecelakaan, maka perusahaan asuransi perlu melakukan investigasi lebih lanjut, baik dengan melibatkan investigator internal maupun eksternal,” tuturnya.
Setelah hasil investigasi internal menemukan bukti-bukti di lapangan, bukti tersebut akan diserahkan kepada perusahaan asuransi, yang kemudian akan berkoordinasi dengan kepolisian. Penetapan dari pihak berwajib akan menjadi dasar untuk pembayaran klaim.
Kembali pada kasus Mirna, belakangan ini terungkap bahwa ayah Mirna, Darmawan Salihin, memang mengakui bahwa Mirna memiliki asuransi. Namun, ia tidak merinci jenis asuransi yang dimiliki Mirna. Darmawan menyebutkan bahwa besaran uang asuransi tersebut adalah Rp 10 juta.
Darmawan juga mengatakan bahwa apa yang dikatakan oleh Yudi adalah bohong. Pada saat itu, pihak kepolisian juga mengatakan bahwa Mirna tidak memiliki asuransi jiwa dengan uang pertanggungan sebesar US$ 5 juta.