Makassar — Memasuki masa pemilihan gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), suasana mulai memanas dengan kemunculan spanduk-spanduk berisi sindiran antar pendukung bakal calon gubernur. Di berbagai sudut Kota Makassar, beberapa spanduk kontroversial muncul, mengundang perhatian publik dan menimbulkan kekhawatiran akan potensi konflik.
Salah satu spanduk yang muncul berisi penolakan terhadap calon gubernur yang dianggap radikal dan intoleran. “Kami menolak calon gubernur radikal intoleran di Sulsel yang mengharamkan pemasangan foto presiden dan wakil presiden di ruangan gubernur, mengharamkan musim, melarang acara adat istiadat,” tulis spanduk tersebut. Namun, tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai siapa yang dimaksud dalam spanduk itu.
Tak lama setelah spanduk tersebut muncul, spanduk lain yang bernuansa lebih provokatif terpampang di beberapa tempat. Salah satu spanduk berbunyi, “Kalau mau jadi gubernur cari partai, bukan cari lawan,” diikuti dengan spanduk lain yang menyatakan, “Kami menerima semua calon Gubernur Sulsel termasuk yang berasal dari luar Sulsel.”
Narasi lain yang muncul di spanduk menyebutkan, “Masyarakat Sulsel adalah masyarakat religius siap mendukung calon Gubernur siapa pun yang ditetapkan KPU termasuk calon Gubernur pendatang.” Ada juga spanduk yang menyerukan agar tidak menyebarkan provokasi lewat spanduk, dengan tulisan, “Menjaga intoleransi di Pilgub Sulsel itu penting, jangan merusak dengan provokasi sesat atas nama agama.”
Belum diketahui siapa yang memasang spanduk-spanduk tersebut, namun keberadaannya memicu kekhawatiran akan potensi gangguan terhadap pelaksanaan pilkada damai pada tahun 2024. Pesan ini mengundang berbagai spekulasi dan diskusi di kalangan masyarakat.
Ketua Bawaslu Sulawesi Selatan, Mardiana Rusli, menegaskan bahwa pihaknya akan mengambil langkah tegas untuk menindaklanjuti adanya potensi pelanggaran kampanye melalui pemasangan spanduk provokatif. “Kami akan memantau dan menindak setiap pelanggaran yang dapat mengganggu ketertiban dan kedamaian pemilihan gubernur ini,” ujarnya.
Mardiana juga mengingatkan para pendukung calon gubernur untuk tetap menjaga etika dan tidak terpancing oleh provokasi yang dapat merusak proses demokrasi. “Pemilu ini adalah milik kita bersama, mari kita jaga agar tetap damai dan kondusif,” tambahnya.
Dalam suasana yang memanas ini, berbagai pihak menyerukan pentingnya menjaga persatuan dan kedamaian. Tokoh masyarakat, agama, dan akademisi di Sulsel turut angkat bicara, mengimbau agar masyarakat tidak terprovokasi oleh isu-isu yang dapat memecah belah. “Kita harus bijak dalam menyikapi setiap informasi yang beredar. Jangan mudah terprovokasi oleh hal-hal yang tidak jelas sumbernya,” kata seorang tokoh agama setempat.
Para calon gubernur juga diharapkan untuk memberikan contoh yang baik dengan mengedepankan kampanye yang bersih dan santun. Salah satu calon gubernur, Andi Rahmat, menegaskan bahwa kampanyenya akan fokus pada program kerja dan visi misi untuk memajukan Sulsel. “Saya percaya bahwa masyarakat Sulsel cerdas dan dapat menilai siapa yang pantas memimpin daerah ini. Mari kita berkompetisi secara sehat dan bermartabat,” ujarnya.
Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin, Dr. Surya Andika, mengatakan bahwa fenomena spanduk provokatif ini merupakan cerminan dari dinamika politik yang sedang berlangsung. “Ini menunjukkan bahwa kontestasi politik di Sulsel sangat kompetitif. Namun, perlu diingat bahwa demokrasi yang sehat harus dijalankan dengan cara-cara yang elegan dan tidak merugikan pihak lain,” jelasnya.
Dr. Surya juga menekankan pentingnya peran media dalam menjaga keseimbangan informasi. “Media harus menjadi penyeimbang dengan menyampaikan informasi yang akurat dan tidak memihak. Ini penting agar masyarakat mendapatkan gambaran yang jelas tentang situasi yang sebenarnya,” tambahnya.
Sebagai warga Sulawesi Selatan, mari kita bersama-sama menjaga kedamaian dan keharmonisan selama masa pemilihan ini. Jadilah pemilih yang cerdas dan bijak dalam memilih pemimpin yang terbaik untuk Sulawesi Selatan.