Di tengah wacana pemangkasan anggaran yang berujung pada kebijakan kontroversial seperti merumahkan karyawan kontrak dan honorer, ada solusi alternatif yang lebih masuk akal: efisiensi limbah makanan.
Setiap tahun, jutaan ton makanan terbuang sia-sia di Indonesia, padahal jika dikelola dengan baik, limbah ini dapat dikonversi menjadi sumber pangan bagi Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Dengan optimalisasi distribusi makanan sisa dari restoran, hotel, dan rumah tangga, serta pemanfaatan teknologi seperti IoT untuk memastikan kualitas dan ketepatan distribusi, kita bisa menghemat hingga Rp32,3 triliun per tahun.
Angka ini cukup untuk menopang sebagian besar anggaran MBG tanpa harus mengorbankan hak tenaga kerja honorer dan kontrak.
Berdasarkan data dari United Nations Environment Programme (UNEP) dalam laporan “Food Waste Index Report 2024”, negara-negara dengan jumlah limbah makanan terbesar di dunia adalah:
- Tiongkok: 108,67 juta ton per tahun
- India: 78,19 juta ton per tahun
- Pakistan: 30,75 juta ton per tahun
- Nigeria: 24,79 juta ton per tahun
- Amerika Serikat: 24,72 juta ton per tahun
- Brasil: 20,29 juta ton per tahun
- Mesir: 18,09 juta ton per tahun
- Indonesia: 14,73 juta ton per tahun
- Bangladesh: 14,10 juta ton per tahun
- Meksiko: 13,37 juta ton per tahun
Setiap tahun, Indonesia menghasilkan jutaan ton limbah makanan yang terbuang sia-sia. Berdasarkan data terbaru, lima kota dengan timbulan sampah makanan tertinggi di Indonesia adalah:
- DKI Jakarta: 2.126.924 ton/tahun
- Kota Surabaya: 440.593 ton/tahun
- Kota Tangerang: 363.617 ton/tahun
- Kota Depok: 359.595 ton/tahun
- Kota Medan: 298.659 ton/tahun
Total limbah makanan dari kelima kota ini mencapai 3.589.388 ton per tahun. Jika kota-kota ini mampu meningkatkan efisiensi pengelolaan makanan hingga 70%, maka potensi makanan yang dapat diselamatkan dan dimanfaatkan kembali mencapai:
Lalu, bagaimana jika jumlah ini dialokasikan untuk mendukung Program Makan Bergizi Gratis (MBG)?
Berapa Banyak Makanan yang Dibutuhkan untuk MBG?
Berdasarkan estimasi kebutuhan tahunan program MBG, berikut adalah jumlah bahan pangan utama yang dibutuhkan:
- Beras: 1,9 juta ton/tahun
- Protein (Daging & Telur Ayam): 5,6 juta ton/tahun
- Buah-buahan: 3,3 juta ton/tahun
- Sayuran: 1,8 juta ton/tahun
- Total kebutuhan makanan: 12,6 juta ton/tahun
Seberapa Besar Kontribusi dari Efisiensi Limbah Makanan?
Jika 2,5 juta ton makanan yang sebelumnya terbuang bisa disalurkan untuk MBG, maka kontribusinya terhadap total kebutuhan MBG adalah:
Artinya, jika efisiensi limbah makanan di lima kota ini ditingkatkan menjadi 70%, maka hampir 20% dari total kebutuhan MBG bisa terpenuhi tanpa harus menambah produksi pangan baru. Namun, jika efisiensi ditingkatkan hingga 90%, jumlah makanan yang dapat diselamatkan menjadi:
Kontribusinya terhadap total kebutuhan MBG adalah:
Dari segi ekonomi, jika rata-rata biaya makanan yang terbuang adalah Rp10.000 per kilogram, maka penghematan yang bisa dicapai mencapai:
Angka ini bisa digunakan untuk memperluas cakupan program MBG atau dialokasikan untuk inisiatif gizi lainnya. Ini berarti lebih banyak anak-anak sekolah, ibu hamil, dan kelompok rentan bisa mendapatkan makanan bergizi secara gratis.
Kesimpulan
Mengurangi limbah makanan tidak hanya menyelamatkan sumber daya, tetapi juga bisa menjadi solusi nyata dalam mengatasi masalah gizi di Indonesia. Dengan memanfaatkan 70% dari limbah makanan yang ada, Indonesia bisa mengurangi beban produksi pangan sekaligus memberikan dampak besar pada keberlanjutan Program Makan Bergizi Gratis. Beberapa inisiatif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi pangan meliputi:
- Optimalisasi Distribusi Makanan – Mengembangkan sistem redistribusi makanan sisa dari restoran, hotel, dan supermarket ke panti asuhan, dapur umum, atau komunitas yang membutuhkan. Dengan bantuan teknologi Internet of Things (IoT), distribusi ini dapat dioptimalkan secara real-time. Misalnya, dengan sensor suhu dan kelembaban, makanan dapat dipantau agar tetap dalam kondisi layak konsumsi, sehingga potensi makanan yang bisa diselamatkan meningkat hingga 30%. Jika sebelumnya hanya 2,5 juta ton makanan yang bisa dimanfaatkan, dengan IoT angka ini bisa naik menjadi sekitar 3,25 juta ton per tahun. Selain itu, efisiensi logistik dapat mengurangi biaya distribusi hingga 20%, memberikan manfaat ekonomi tambahan.
- Edukasi dan Kesadaran Publik – Mengedukasi masyarakat tentang perencanaan belanja dan penyimpanan makanan yang baik agar konsumsi lebih efisien dan limbah dapat dikurangi.
- Pemanfaatan Teknologi – Menerapkan teknologi pengolahan limbah makanan menjadi kompos atau pakan ternak untuk mengurangi pembuangan makanan ke tempat sampah.
- Kolaborasi dengan Restoran dan Rumah Tangga sebagai Vendor MBG – Melibatkan restoran dan rumah tangga sebagai penyedia makanan siang bergizi gratis dengan sistem quality control yang ketat. Hal ini akan memastikan makanan yang diberikan dalam kondisi segar dan aman dikonsumsi, serta mencegah terulangnya kasus keracunan dalam program MBG.