JAKARTA – Proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, kembali menjadi sorotan tajam media internasional, terutama setelah laporan kritis dari surat kabar Inggris The Guardian yang menyebut IKN berpotensi menjadi “kota hantu”. Laporan yang terbit pada 29 Oktober 2025 ini menyoroti merosotnya pendanaan negara, investasi swasta yang tak mencapai target, serta penurunan status hukum proyek ambisius ini di bawah pemerintahan baru.
Kritik media asing ini muncul di tengah realitas lapangan yang menunjukkan IKN masih sepi, jauh dari target populasi yang dicanangkan. Infrastruktur megah seperti Istana Garuda dan gedung-gedung kementerian telah berdiri, namun hanya dihuni sekitar 10.000 penduduk sementara, sangat kontras dengan target 1,2 juta jiwa pada tahun 2030. Situasi ini memicu kekhawatiran serius tentang keberlanjutan dan kelayakan IKN sebagai pusat pemerintahan dan ekonomi masa depan Indonesia.
Tantangan Pendanaan dan Investasi Swasta Menghimpit IKN
Salah satu pilar utama kekhawatiran yang disuarakan The Guardian adalah penurunan drastis pendanaan. Anggaran yang dialokasikan untuk IKN dilaporkan anjlok dari sekitar 2 miliar pound sterling (sekitar Rp40 triliun) menjadi hanya 700 juta pound sterling (sekitar Rp14 triliun) untuk periode 2024-2026. Penurunan anggaran ini, yang sebagian besar ditujukan untuk pembangunan infrastruktur esensial, menimbulkan pertanyaan besar tentang kemampuan pemerintah untuk menuntaskan proyek berskala raksasa ini.
Di sisi lain, harapan besar akan investasi swasta untuk menopang pembangunan IKN juga belum terwujud. Target investasi yang ambisius belum tercapai, menyebabkan ketergantungan yang lebih besar pada anggaran negara. Krisis pendanaan ini tidak hanya memperlambat progres konstruksi tetapi juga menipiskan kepercayaan investor potensial.
Pergeseran Prioritas di Era Pemerintahan Baru
Pergeseran politik nasional turut memperkeruh masa depan IKN. Setelah diluncurkan tiga tahun lalu oleh mantan Presiden Joko Widodo dengan visi menggantikan Jakarta yang menghadapi polusi, kepadatan, dan risiko tenggelam, IKN kini berada di bawah bayang-bayang kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang menjabat sejak Oktober 2025. Laporan menyebutkan, status IKN secara diam-diam diturunkan menjadi “ibu kota politik” pada Mei 2025, sebelum diumumkan ke publik pada September.
Perubahan status ini, meski disebut tidak memiliki makna hukum yang signifikan oleh pejabat, menurut pakar hukum Herdiansyah Hamzah, dapat mengurangi daya tarik investasi dan melemahkan landasan filosofis proyek. Hal ini mengindikasikan bahwa IKN mungkin bukan lagi prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional, sebuah pergeseran yang berpotensi memengaruhi alokasi sumber daya dan komitmen politik.
Realitas di Lapangan: Sepi di Tengah Infrastruktur Megah
Meskipun berbagai infrastruktur dasar seperti Istana Garuda, kompleks apartemen, gedung-gedung kementerian, rumah sakit, jalan, sistem air, dan bandara telah dibangun dengan cepat, gambaran di lapangan menunjukkan bahwa IKN masih sangat sepi. Para pekerja konstruksi yang sebelumnya sibuk, dilaporkan mengalami penurunan aktivitas proyek. Beberapa pengunjung, seperti Clariza dari Sulawesi, memang memberikan testimoni positif tentang modernitas IKN yang disebutnya seperti “Singapura”, namun ia juga mengakui adanya kekhawatiran akan masa depan kota tersebut.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan tentang siapa yang akan mengisi dan menghidupkan IKN jika target populasi jauh panggang dari api. Tanpa penduduk dan aktivitas ekonomi yang signifikan, IKN berisiko menjadi megaproyek infrastruktur yang kurang berfungsi optimal, atau bahkan sesuai prediksi, berujung menjadi kota hantu.
Dampak Lingkungan dan Sosial Bagi Masyarakat Lokal

Di balik gemuruh pembangunan, masyarakat adat Balik yang tinggal di sekitar Sungai Sepaku merasakan dampak langsung dan negatif. Konstruksi masif telah menyebabkan masalah lingkungan serius seperti banjir dan polusi sungai, yang pada gilirannya mengganggu mata pencaharian dan panen mereka. Instalasi air yang mengalihkan sumber daya ke IKN juga berkontribusi pada masalah lingkungan lokal. Dampak ini tidak hanya dirasakan oleh masyarakat adat setempat, tetapi juga menjadi preseden penting bagi proyek pembangunan skala besar lainnya di Indonesia yang seringkali berhadapan dengan isu keberlanjutan lingkungan dan hak-hak komunitas lokal.
Berbagai Respons: Optimisme Pejabat dan Skeptisisme Pakar
Meskipun sorotan negatif terus berdatangan, Kepala Otorita IKN Basuki Hadimuljono tetap optimistis akan kelanjutan proyek ini, menegaskan komitmen pemerintah. Harapan juga masih ada dari sebagian pihak yang melihat IKN sebagai peluang untuk pergeseran pusat kekayaan dan pembangunan dari Jawa ke wilayah lain di Indonesia, sebuah visi yang telah lama diidamkan.
Namun, skeptisisme dari pakar dan media asing tidak bisa diabaikan. Ketidakjelasan status hukum, kendala pendanaan, dan rendahnya populasi menjadi tantangan nyata yang harus dihadapi oleh pemerintah Indonesia jika ingin IKN berhasil sebagai ibu kota baru yang berkelanjutan dan berdaya huni.
Laporan media asing ini adalah peringatan keras bagi pemerintah Indonesia. IKN, yang dicanangkan untuk menjadi solusi atas permasalahan Jakarta dan simbol kemajuan bangsa, kini menghadapi persimpangan jalan krusial. Keberhasilan proyek ini tidak hanya bergantung pada pembangunan infrastruktur fisik, tetapi juga pada kemampuan pemerintah untuk menarik investasi, memastikan pendanaan yang berkelanjutan, menumbuhkan populasi yang hidup, serta mengelola dampak sosial dan lingkungan secara bertanggung jawab. Kegagalan IKN bukan hanya akan menjadi kerugian finansial yang besar, tetapi juga berpotensi merusak citra dan kepercayaan publik terhadap proyek-proyek pembangunan strategis nasional di masa mendatang.

























