Wartakita.id – Jurnalis, baik yang bernaung di sebuah perusahaan media atau warga masyarakat yang berinisiatif mewartakan sebuah berita dan informasi bukan profesi biasa. Profesi pewarta sejajar dengan dokter, hakim, pengacara, arsitek, akuntan, dan profesi terhormat lainnya. Profesi yang dianggap bisa mempengaruhi orang secara personal. massal, yang bisa mewarnai peradaban manusia hingga disepakati secara internasional harus diatur dengan kode etik.
Judul di atas hanya salah satu contoh pemilihan judul yang tidak menerapkan kode etik “cover both side” atau lihat (minimal) dari dua sisi. Hanya melihat dari sisi pelaku dan menggelitik pembaca yang (sok) maskulin, belum melihat dari dari sisi korban dan keluarganya.
Tentu tidak semua pihak dalam sebuah kejadian yang memiliki nilai berita atau informasi mudah ditemui untuk dikonfrontir, hal yang sama juga kami alami. Hal tersebut bisa diatasi dengan menempatkan hati nurani sebagai salah satu pihak dalam berita atau artikel yang akan kita buat judulnya, kemudian diterbitkan.
Era serba cepat dan tinggal klik memang menuntut trik tertentu para jurnalis dan editor –yang harus ada sebagai gerbang terakhir– media daring memilih judul agar menarik dan memberi rasa penasaran pembaca untuk mengklik dan membaca. Sayangnya, pembaca sekarang lebih suka hanya membaca judul lalu membaginya di akun media sosial saling ‘membodohi’ dengan judul berita atau artikel yang dibagikannya.
Apapun sebabnya hingga memilih judul yang agak anu, entah untuk mengejar SEO, unique visitor, niche, page rank, tetap terlalu murah bila harus mengorbankan kode etik yang bisa menjaga nurani, kecerdasan, dan kesehatan nalar para pewarta dan para pembaca.