Dikatakan Deputi Teknologi Pengembangan Sumber Daya ALam (TPSA) BPPT , Hammam Riza, pihaknya terus berupaya melakukan revitalisasi BUOY Tsunami, untuk segera dapat dipasang di perairan Anak Krakatau dan sekitarnya. Nantinya disebut Deputi TPSA, akan dinamai BUOY Merah Putih.
Wartakita.id, Jakarta – “BPPT siap untuk men-deploy BUOY di Anak Krakatau. BUOY ini penting sebagai peringatan dini, agar penduduk di wilayah berpotensi tsunami, memiliki waktu untuk dapat evakuasi ke shelter terdekat ” tegasnya di Kantor BPPT, Jakarta, Senin (31/12/2018).
Namun yang saat ini masih menjadi kendala adalah, pembuatan BUOY merupakan proyek yang membutuhkan biaya tidak sedikit. Menurut Hammam, revitalisasi satu unit BUOY, berikut pemasangan dan pemeliharaan diperkirakan bisa menghabiskan dana sebesar Rp 5 miliyar.
“Revitalisasi ini ya kita oprek lagi BUOY yang dahulu sudah rusak akibat vandalisme. Kita gunakan panel tenaga surya untuk sumber tenaga nya, serta kita upayakan semua sensornya lengkap kembali. Butuh waktu, semoga dengan adanya dana khusus bisa lebih cepat prosesnya hingga pemasangan,” urainya.
Diakui olehnya, peran publik dalam hal menjaga BUOY pun nantinya sangat penting. Memang katanya, di sekitar BUOY itu penuh dengan ikan, sehingga menarik para nelayan untuk memancing disekitarnya. Untuk itu kedepan diharap kejadian tersebut tidak terulang lagi.
“Publik harus semakin aware terhadap pentingnya teknologi untuk membangun early warning system yang handal, seperti BUOY ini. Jika BUOY sudah ada, kepada masyarakat dihimbau agar perlunya menjaga bersama, karena ini alat yang dibangun negara supaya kita tetap selamat,” ujarnya.
Terlepas dari BUOYi tu berpotensi vandalism, hilang atau bagaimana, kami nyatakan ini penting untuk dibangun. Adanya BUOY kata Hammam urgensinya tinggi untuk melengkapi pemodelan yang digunakan sebelumnya.
Data dari BUOY yang dipasang hingga 100-200 kilometer dari pantai, dapat mengirimkan informasi data terkini ketika ada gelombang tinggi di tengah laut yang diduga berpotensi menjadi tsunami muncul.
Hitungan awamnya, jika kecepatan gelombang tsunami antara 500-700 kilometer perjam, minimal ada waktu 10-15 menit untuk masyarakat melakukan evakuasi ke shelter terdekat.
“Sinyal dari BUOY di tengah laut itu akan semakin intens hitungan detik, mengirimkan sinyal ke pusat data early warning sistem secara real time, jika ada gelombang yang melewatinya. Semakin tinggi dan kencang gelombang, maka sinyal yang dikirim frekuensi-nya akan semakin rapat dan bisa berkali-kali dalam hitungan detik,” rincinya.
Hal ini imbuhnya, sangat penting bagi masyarakat yang bermukim di wilayah yang rentan terhadap terpaan bencana, untuk waspada bencana.
“Masyarakat di pesisir atau wilayah berpotensi tsunami harus memiliki waktu evakuasi yang cukup. Untuk itu dibutuhkan teknologi yang mampu mendeteksi dini yang handal, dalam hal ini ya BUOY disertai teknologi lain seperti kabel bawah laut, maupun pemodelan sebelumnya,” kata Hammam.
Lebih lanjut Deputi Hammam lalu menyebut bahwa BPPT tidak hanya mengembangkan BUOY tapi juga kabel bawah laut atau Cable Based Tsunameter (CBT). Sifatnya komplementer dengan BUOY atau saling melengkapi agar, deteksi dini tsunami semakin akurat, presisi dan handal.
Hammam menambahkan, CBT ini telah dikembangkan di beberapa negara dan dimanfaatkan antara lain oleh Kanada, Jepang, Oman, dan Amerika Serikat. Dalam forum komunikasi antarperekayasa CBT di seluruh dunia, disepakati juga bahwa CBT menjadi pilihan alternatif terhadap permasalahan yang dihadapi oleh BUOY, yakni vandalisme dan mahalnya BUOY.
“Saat ini selain persiapan membangun BUOY Merah Putih, BPPT juga telah menyiapkan kabel bawah laut sepanjang 3 kilometer. Kami harap yang kami lakukan ini mendapat dukungan pemangku kepentingan strategis,” pungkasnya.
Sebagai informasi BPPT akan membangun dan men-deploy 3 BUOY. Untuk penempatannya akan dioptimalisasikan di wilayah prioritas berdasar kajian tsunami terkini. Yakni pertimbangan sementara akan diletakkan di Kompleks Gunung Anak Krakatau dan Zona Subduksi Selat Sunda. (SP)