WARTAKITA.ID, JAKARTA — Jaksa Penuntut Umum (JPU) resmi menuntut Laras Faizati Khairunnisa pidana penjara selama satu tahun. Tuntutan ini dibacakan dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (24/12/2025), terkait kasus dugaan penghasutan melalui media sosial saat gelombang demonstrasi Agustus 2025 lalu.
Jaksa menilai pegawai ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penghasutan, sebagaimana diatur dalam Pasal 161 Ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Laras Faizati Khairunnisa binti Wahyu Kuncoro tersebut dengan pidana penjara selama satu tahun dikurangi selama terdakwa ditahan, dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan,” ujar JPU di hadapan majelis hakim.
Bukan Sekadar Opini, Tapi Ajakan Merusak
Kasus yang menjerat Laras bermula dari serangkaian unggahan di fitur Instagram Story akun pribadinya, @larasfaizati, pada 29 Agustus 2025. Saat itu, situasi Jakarta sedang memanas akibat demonstrasi besar-besaran menanggapi dinamika politik nasional.
Polisi dan Jaksa menegaskan bahwa tindakan Laras bukanlah bentuk kebebasan berpendapat, melainkan hasutan yang berpotensi menimbulkan kekerasan fisik dan kerusakan fasilitas negara.
Bukti utama yang memberatkan Laras adalah sebuah video yang ia rekam dari kantornya di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, yang letaknya bersebelahan dengan Markas Besar (Mabes) Polri. Dalam video tersebut, Laras menunjuk ke arah gedung Mabes Polri disertai narasi teks (caption) berbahasa Inggris yang berbunyi:
“When your office is right next to the National Police Headquarters. Please burn this building down and get them all yall I wish I could help throw some stones but my mom wants me home. Sending strength to all the protesters!!”
Dalam dakwaan yang dibacakan pada 5 November 2025, Jaksa menerjemahkan kalimat tersebut sebagai ajakan eksplisit: “Tolong bakar gedung ini dan tangkap mereka semua.” Kalimat inilah yang dinilai memenuhi unsur “menghasut, mengajak, atau mempengaruhi orang lain” untuk melakukan tindak pidana atau kekerasan terhadap penguasa umum.
Baca Juga:
- Memahami Pasal Karet UU ITE dan Batasan Kebebasan Berpendapat di Era Digital
- LBH Jakarta: Kemarahan Warga Adalah Ekspresi yang Sah: Bebaskan Laras! Karena Laras Adalah Kita
Pertimbangan Tuntutan
Dalam menyusun tuntutannya, JPU mempertimbangkan sejumlah faktor. Hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa dinilai meresahkan masyarakat dan berpotensi memicu kegaduhan yang dapat berujung pada kerusakan fasilitas umum di tengah situasi keamanan yang rentan saat itu.
Namun, Jaksa juga mencatat beberapa hal yang meringankan hukuman Laras, antara lain:
- Terdakwa telah menerima sanksi internal dari tempat kerjanya (AIPA).
- Laras merupakan tulang punggung keluarga.
- Terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya.
- Sikap sopan terdakwa selama proses persidangan.
Kronologi Penangkapan dan Pasal Berlapis
Laras adalah satu dari tujuh orang yang diamankan oleh Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri pasca-demonstrasi Agustus 2025. Awalnya, ia dijerat dengan pasal berlapis yang mengombinasikan KUHP dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Dakwaan awal mencakup Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45A ayat (2) dan Pasal 32 ayat (2) juncto Pasal 48 ayat (1) UU ITE tentang penyebaran kebencian dan gangguan sistem elektronik. Selain itu, ia juga dikenakan Pasal 160 dan 161 KUHP tentang penghasutan.
Namun, dalam kesimpulan akhirnya, Jaksa memfokuskan pembuktian pada Pasal 161 Ayat 1 KUHP yang mengatur tentang perbuatan menghasut supaya melakukan perbuatan yang dapat dihukum, atau melakukan kekerasan terhadap penguasa umum.
Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi) dari pihak terdakwa.























