Tangerang – Nama Kepala Desa Kohod, Arsin bin Sanip, mendadak jadi buah bibir setelah terlibat dalam perdebatan dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid, terkait polemik sertifikat tanah di wilayah pesisir Tangerang. Tak hanya itu, kekayaan pribadi Arsin yang dinilai mencolok juga menarik perhatian netizen.
Dugaan Kekayaan Mendadak
Kisah ini bermula dari sebuah utas di akun media sosial X milik @bung_madin yang mengungkap dugaan bahwa Arsin memiliki kekayaan fantastis sejak menjabat sebagai Kepala Desa Kohod pada 2021. Dalam utas tersebut, Arsin disebut memiliki mobil mewah seperti Jeep Wrangler Rubicon dan menggelar hajatan besar-besaran di tengah kondisi warganya yang masih berjuang memenuhi kebutuhan dasar.
Tak hanya itu, modal kampanye Arsin saat mencalonkan diri juga disebut luar biasa, hingga kabarnya ia harus menjual tanah untuk maju sebagai calon kepala desa. Ada pula spekulasi tentang keterlibatan “orang dalam” yang mendukung pencalonannya. Namun, kuasa hukum Arsin, Yuniar, membantah tuduhan ini, menyatakan bahwa mobil mewah tersebut sudah dimiliki Arsin sebelum menjabat, dan kekayaannya perlu dilihat dalam konteks yang lebih luas.
KADES KOHOD YANG TIBA-TIBA JADI MILIARDER! DARI MANA DUITNYA?
Knp Arsin, Kades Kohod, tiba2 jadi miliarder setelah jadi Kades? Mobil & hajatan mewah tapi rakyat menderita. Ini semua bau2 proyek Aguan. Kita bongkar biar jelas!
[RP 1, Daddies, #TimnasDay #BenamkanKaisarAguan] pic.twitter.com/rWV0i17Jm6— Bung Madin (@bung_madin) January 24, 2025
Perdebatan dengan Menteri Nusron Wahid
Sorotan terhadap Arsin kian tajam setelah pertemuannya dengan Nusron Wahid pada Jumat (24/1/2025) di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang. Dalam sidak tersebut, Nusron mengecek sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di kawasan pagar laut yang dinilai merugikan nelayan setempat. Menurut Nusron, pagar laut ini menyebabkan abrasi parah, hilangnya lahan, dan merugikan ekosistem pesisir.
Dalam perdebatan yang berlangsung di lokasi, Arsin bersikeras bahwa pagar laut berdiri di atas tanah empang yang terkena abrasi sejak 2004. Namun, Nusron menegaskan bahwa lahan yang hilang secara fisik akibat abrasi dianggap sebagai tanah musnah, sehingga sertifikat HGB-nya akan dibatalkan. “Secara faktual, tanah itu sudah tidak ada,” kata Nusron di hadapan media.
Meski demikian, Arsin tetap bertahan pada argumennya bahwa pagar laut tersebut memiliki sejarah penggunaan oleh warga. Saat awak media mencoba meminta tanggapan lebih lanjut, Arsin memilih menghindar dengan alasan hendak menunaikan salat Jumat. Ia bahkan dikawal oleh beberapa pria berperawakan kekar yang disebut netizen menyerupai pengawal pejabat tinggi.
Reaksi Publik dan Isu yang Berlanjut
Kasus ini memicu diskusi hangat di media sosial. Banyak yang mendukung langkah Nusron dalam membatalkan sertifikat tanah yang hilang akibat abrasi, namun tak sedikit pula yang menilai polemik ini mencerminkan dugaan korupsi dan penyalahgunaan wewenang di tingkat lokal. Publik berharap kasus ini menjadi momentum untuk menegakkan keadilan agraria di Indonesia.
Polemik pagar laut juga menimbulkan keprihatinan soal dampak ekologisnya. Nelayan setempat melaporkan kerugian besar akibat berkurangnya hasil tangkapan ikan, sementara kawasan pesisir mengalami kerusakan parah. Kementerian ATR/BPN berjanji untuk meninjau ulang semua dokumen sertifikat terkait lahan di wilayah tersebut.
Masyarakat kini menanti langkah konkret dari pihak berwenang, baik untuk menuntaskan masalah agraria ini maupun mengungkap fakta di balik kekayaan mendadak Arsin. Klarifikasi dari Arsin sendiri juga diharapkan dapat meredakan spekulasi yang berkembang.