WartaKita.id – Bayangkan kamu membuka media sosial dan melihat unggahan yang mengatakan:
“Mulai bulan depan, kalau tidak punya SIM, SIM-mu langsung dicabut dan denda Rp50 juta!”
Belum sempat berpikir panjang, kamu langsung share ke grup keluarga karena khawatir orang terdekat kena denda besar. Tapi ternyata… itu kabar bohong. Tidak ada aturan seperti itu. Tidak pernah ada.
Nah, itulah yang disebut hoaks hukum—informasi palsu atau menyesatkan tentang aturan, undang-undang, atau proses hukum yang menyebar cepat di media sosial. Dan dampaknya? Jauh lebih serius daripada sekadar salah paham.
Apa Itu Hoaks Hukum?
Hoaks hukum adalah berita, narasi, atau informasi palsu tentang sistem peradilan, peraturan, atau hak warga negara yang disebarkan secara sengaja atau tidak, lalu menyebar luas.
Contohnya:
- “Polisi bisa menangkap tanpa surat perintah mulai 2025.”
- “Kalau tidak lapor harta, KPK langsung sita rumah.”
- “UU Baru Larang Warga Kritik Pemerintah, Pelanggar Bisa Dipenjara 10 Tahun.”
Padahal, semua itu tidak benar—atau setidaknya dipelintir dari konteks aslinya.
Dampak Hoaks Hukum: Bukan Cuma Bikin Bingung, Tapi Merugikan Secara Nyata
1. Kerugian Sosial: Masyarakat Jadi Resah dan Tidak Percaya pada Hukum
Saat informasi salah menyebar, masyarakat bisa jadi:
- Takut menggunakan haknya (seperti melapor ke polisi).
- Curiga pada lembaga hukum (Kepolisian, Kejaksaan, KPK).
- Terpecah belah karena perbedaan persepsi.
Contoh nyata (2023):
Sebuah video viral di TikTok mengklaim bahwa “UU KUHP baru melarang warga berkumpul lebih dari 5 orang tanpa izin”. Banyak warga jadi takut arisan, pengajian, bahkan acara kampung. Padahal, pasal itu hanya berlaku untuk tindak pidana makar atau kerusuhan—bukan kegiatan sosial biasa.
Akibatnya? Komunitas lokal jadi waspada berlebihan, dan kepercayaan pada pemerintah menurun.
2. Kerugian Hukum: Orang Jadi Salah Langkah, Bahkan Bisa Terkena Sanksi
Hoaks bisa membuat orang bertindak berdasarkan informasi salah, seperti:
- Menghindari prosedur resmi karena takut dikenai denda fiktif.
- Melakukan pelanggaran karena tidak tahu aturan sebenarnya.
- Bahkan, ikut menyebarkan hoaks dan terancam Pasal 28 ayat (2) UU ITE tentang penyebaran berita bohong.
Kasus nyata (2022):
Seorang ibu di Medan melaporkan tetangganya ke polisi karena dituduh “melanggar UU baru tentang larangan berhutang”. Padahal, UU itu tidak ada. Laporan palsu ini malah membuat si pelapor terkena pasal pencemaran nama baik. Ia tidak hanya malu, tapi juga harus menghadapi proses hukum.
3. Kerugian Psikologis: Stres, Cemas, dan Trauma Sosial
Bayangkan hidup dalam ketakutan karena kamu pikir:
- “Aku bisa ditangkap kapan saja.”
- “Kalau protes di media sosial, aku bisa dipenjara.”
- “Hak saya tidak dilindungi lagi.”
Ini bukan sekadar khawatir—ini bisa berkembang jadi kecemasan berlebihan, bahkan trauma sosial. Terutama bagi kelompok rentan seperti lansia, penyandang disabilitas, atau masyarakat di daerah terpencil yang akses informasinya terbatas.
Mengapa Hoaks Hukum Bisa Menyebar Cepat?
Beberapa alasan utama:
- Bahasa hukum yang rumit – banyak orang tidak paham, jadi mudah percaya narasi sederhana (meski salah).
- Emosi yang dimainkan – hoaks sering menggunakan kata-kata menakutkan: “Denda besar!”, “Langsung ditangkap!”, “Dipenjara!”
- Media sosial yang algoritmik – konten provokatif lebih cepat viral daripada klarifikasi yang datar.
Bagaimana Menghindari Dampaknya?
Tenang, kamu bisa jadi bagian dari solusi. Berikut langkah sederhana:
✅ Cek sumber – Gunakan situs resmi seperti jdih.go.id untuk cek UU dan peraturan.
✅ Tanya ahli – Konsultasi ke LBH, pengacara, atau akun resmi lembaga hukum.
✅ Jangan langsung share – Tahan dulu, baca ulang, pastikan benar.
✅ Laporkan hoaks – Gunakan fitur “laporkan” di media sosial atau laporkan ke Aduan Konten Kominfo.
Penutup: Lawan Hoaks dengan Literasi Hukum
Hoaks hukum bukan cuma soal salah informasi—ia bisa merusak kepercayaan, menciptakan ketakutan, dan mengancam keadilan. Tapi, di tangan warga yang cerdas, hoaks bisa dikalahkan.
Dengan berpikir kritis, cek fakta, dan berbagi informasi yang benar, kita bisa membangun masyarakat yang:
- Melek hukum
- Tidak mudah panik
- Lebih percaya pada sistem yang adil
Ingat: Hukum seharusnya memberi rasa aman, bukan ketakutan. Dan itu dimulai dari kita—sebagai konsumen informasi yang bijak.
#HoaksHukum #CekFakta #MelekHukum #UUBaruHoaks #LiterasiDigital #WartaKitaHukum #BahayaHoaks #UUITE #KeadilanSosial