Setelah Hiroshima dan Nagasaki dibom Atom Sekutu pada tanggal 6 Agustus dan 9 Agustus 1945. Kaisar Jepang sudah mengisyaratkan tidak ingin mengorbankan rakyat Jepang, namun keputusan akan menyerah tanpa syarat belum resmi disiarkan. Kaisar Hirohito campur tangan langsung setelah terjadi dua peristiwa mengejutkan tersebut, dan memerintahkan Dewan Penasihat Militer untuk menerima syarat-syarat yang ditawarkan Sekutu dalam Deklarasi Potsdam.
Berita-berita rahasia yang disebarkan oleh gerakan bawah tanah penggiat Telekomunikasi dan perusahaan PTT di Bandung, sudah bisa menganalisa situasi pasca bom Atom dijatuhkan tentara sekutu di Hiroshima dan Nagasaki. Sementara di Eropa, Jerman sudah lebih dulu menyerah tanpa syarat.
Berita pemboman Hiroshima dan Nagasaki yang dibawa Sutan Sjahrir kepada Mohammad Hatta, lalu didiskusikan bertiga dengan Soekarno belum menemui titik temu. Sjahrir ingin kemerdekaan segera diproklamirkan oleh Bung Hatta dan Bung Karno. Usul Sutan Sjahrir ditolak dengan dalih kekuatan Jepang di Indonesia saat itu masih terlalu kuat dan tidak ingin terjadi pertumpahan darah lagi dan keputusan untuk proklamirkan kemerdekaan sebaiknya dibicarakan dengan seluruh anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) lainnya.
Maka pada 11 Agustus 1945, Soekarno, Hatta, dan Radjiman, terbang ke Dalat, Saigon, Vietnam, untuk bertemu Panglima Wilayah Selatan, Panglima Tertinggi Terauchi Hisaichi. Sang Panglima menjanjikan kemerdekaan bagi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda, walau tanpa tanggal pasti kapan.
Soekarno ditunjuk sebagai Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, Hatta sebagai wakilnya. Tanggal 14 Agustus, kedua pemimpin ini kembali ke Tanah Air dengan memegang janji Jepang.
Pada saat bersamaan, Jepang juga sedang bergejolak. Pengumuman yang harusnya berlangsung tanpa halangan ini berlangsung tegang. Sekitar 1.000 tentara yang dipimpin Mayor Kenji Hatanaka menyerbu masuk ke Istana Kaisar dengan tujuan mencari rekaman pengumuman dari Sang Kaisar dan mencegahnya ditransmisikan pada rakyat.
Serangan ini berhasil ditangkal tentara yang setia pada Kaisar Hirohito. Pengumuman menyerah ditunda sehari kemudian, tanggal 15 Agustus, Jepang resmi menyerah pada Sekutu. Siang harinya, Hatanaka yang paling anti-menyerah, mencabut pistol dan menembak kepalanya sendiri.
Walaupun demikian, sebagian pos komando terpencil dan personel militer dari kesatuan di pelosok-pelosok Asia menolak untuk menyerah selama berbulan-bulan bahkan hingga bertahun-tahun setelah Jepang menyerah. (Dari berbagai sumber)