Jepang memang telah menyerah kalah pada tentara Sekutu, namun masih berupaya memperlambat penyebaran berita itu ke wilayah Asia daerah jajahannya. Jauh sebelum bom atom kedua dijatuhkan ke Nagasaki dan pertemuan di Dalat, berbagai gerakan-gerakan bawah tanah telah aktif memantau situasi dan informasi. Pemancar gelap dipersiapkan oleh para pegiat telekomunikasi Indonesia.
Secara hati-hati mereka memonitor situasi perang dari berita-berita dan dokumen-dokumen Jepang. Pihak Jepang bukannya tidak tahu gerakan ini, namun konsentrasi mereka saat itu menghadapi sekutu.
Orang-orang Jepang memerintahkan membuat tanggul pengaman di sekeliling gedung Kantor Pusat PTT (Pos,Telegraph dan Telepon) Di Dayeuhkolot, Bandung. Kios telepon umum di Kantor Pusat PTT diubah menjadi tempat mikrofon yang dihubungkan dengan pengeras suara guna mengumumkan segala macam perintah kepada para pegawai. Dalihnya agar pidato propaganda Jepang sewaktu-waktu bisa disiarkan melalui pengeras suara itu. Namun sebenarnya untuk mengisolir pegawai dan perangkat komunikasi
Namun para operator telepon dan telegrap PTT dapat mengetahui berita penyerahan itu karena pesawat-pesawat penerima di Bandung tidak disegel. Telegram resmi dari Tokyo tentang menyerahnya Jepang akhirnya diterima di Bandung pada tanggal 13 Agustus 1945.
Telegram itu pun diteruskan melalui telegram yang dikirimkan kepada pernuda-pemuda Jakarta agar mereka mendesak pemimpin-pemimpin bangsa untuk mengumumkan kemerdekaan Indonesia.
Jika kemerdekaan tidak segera diumumkan, Indonesia akan kehilangan momentum.