Konon, di alam dunia dekat perbatasan dengan alam baqa ada warung kopi yang amat terkenal. Mahsyur bukan karena kopinya, tapi karena kabar-kabar burungnya.
Tidak ada yang tahu pasti sejak kapan berdiri, siapa yang dirikan, pemilik dan pengelolanya entah siapa. Mestinya tempat nongkrong tersebut ada sejak langit tertutup bagi Adam beserta anak cucunya bersamaan dengan terusirnya Iblis dari langit.
Kabar apapun bila dari langit selalu ditunggu oleh penduduk bumi yang dianugerahi sifat penasaran. Makin tertutup rapat celah langit makin besar pula penasaran. Buah terlarang yang dimakan Adam dan Hawa, penemuan hukum gravitasi klasik adalah beberapa (dari banyak) andil besar sifat penasaran. Wahana nirawak yang dikirim ke planet Mars dengan jujur dinamakan NASA sebagai ‘Si Penasaran’.
Tempat yang selalu ramai, oleh demit dan bangsa jin pesuruh para dukun dan atau peramal yang tertahan di perbatasan. Tempat menghabiskan waktu sebelum menemui tuannya dengan laporan palsu tentang berita langit yang bocor.
Suatu subuh usai menginput laporan harian tentang kelakuan manusia semasa hidup di dunia, malaikat pencatat perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia Raqib dan Atid sengaja singgah. Manusia yang berada dalam pengawasan mereka ada di sana. Ingin menyuruh si manusia kembali ke alamnya.
Betapa tidak, daerah abu-abu perbatasan kasar dan halus, panas dan dingin, di mana warung kopi tersebut berada bukan tempat ideal untuk bangsa manusia, kecuali untuk mereka yang mendua dan hipokrit seperti sebagian besar bangsa jin. Untuk apa singgah bila manusia yang bisa mencapai tahapan tunduk patuh dan berserah sebagai hamba dan mahluk, sehari paling sedikit lima kali main ke langit lewat jalan tol.
Mungkin manusia mulai tidak percaya pada para peramal dan ingin mencari sendiri bocoran kabar dari langit. Mungkin ada hubungannya dengan kasus rekaman yang sedang ramai di Indonesia, atau karena ingin tahu siapa pemenang kontestasi Pilkada, atau ingin tahu kabar-kabar terkini tentang akhir jaman karena tanda-tanda kecilnya sudah bermunculan.
“Pulanglah, tempatmu bukan di sini.” Kata malaikat Raqib dan Atid hampir bersamaan.
“Tidak mau, sebelum mendapat jawaban.” Jawab si manusia.
“Penasaran belum kucatat sebagai keburukan sampai engkau melakukan sesuatu yang buruk karena itu. Bila engkau ingin tahu tentang apa yang akan terjadi, kami sama tidak tahunya denganmu.” Kata Raqib dan Atid urung mengeluarkan buku catatan.
“Penasaranku bukan tentang apa yang akan terjadi. Aku sudah tahu, kebebasan manusia merancang masa depannya sendiri sepaket dengan konsekuensi. Tuhan tidak lepas tangan, manusia yang cuma mau enaknya cenderung lari dari konsekuensi dan tanggung jawab atas rancangan nasibnya sendiri.”
“Rasanya tidak ada hal lain selain masa depan yang paling bisa membuat manusia penasaran. Tidak tertarik dengan hasil Pilkada serentak?”
“Bukan itu juga.”
“Tentang Dajjal, Al-Mahdi, Al-Masih dan rumor akhir jaman lainnya?”
“Itu menarik, tapi dulu. Sebelum kuketahui ternyata setiap manusia bisa selaknat Dajjal, bisa seteguh Al Mahdi, dan bisa sepengasih Isa Al-Masih.”
“Lalu masalahmu apa?”
“Saya ingin meminta rekaman kalian atas kelakuanku selama ini.”
“Hehehe, kamu takut bocor dan tersebar?”
“Iya. Betapa memalukan.”
“Ini kami catat sebagai keburukan. Bagaimana bisa kamu lebih malu karena manusia lain tapi tidak malu pada Tuhan Yang Maha Tahu bahkan tanpa catatan kami.”
“Catat juga, aku malu pada manusia lain bila catatanku dipenuhi pembuktian bahwa aku bukanlah mahluk Tuhan yang baik.”
“Kalau ini kucatat sebagai kebaikan impas keburukan sebelumnya.”
“Jadi boleh aku minta salinan rekaman catatan kalian?”
“Tidak perlu minta, setiap yang kami rekam tersalin juga ke dalam diri setiap manusia.”
“Di mana? Bagaimana membuka dan membacanya.”
“Jangan harap bisa dihapus begitu saja, yang ada pada manusia cuma salinan. Carbon copy.”
“Niatku bukan menghapus yang buruk-buruk, meskipun tidak yakin bisa menahan diri tidak menghapus. Untuk perbaikan di masa datang.”
“Apa yang sudah terjadi, baik ataupun buruk tidak bisa lagi kau ubah. Tapi masih salah bila masa depanmu ditentukan masa lalumu. Masa depanmu adalah sekarang, apa yang kini kamu pikirkan, katakan dan lakukan.”
“Maksudku demikian, terima kasih koreksinya. Mana salinan rekaman kelakuanku?”
“Ada padamu, kan sudah kami beri tahu. Setiap pikir, ucap dan laku manusia semasa hidup terekam dalam rantai kompleks DNA. Bila engkau rindu membaca kelakuan masa lalumu, bacalah pada kedua orang tuamu, lingkunganmu dan anak-cucu keturunanmu.” (AB)