Makassar, sebagai salah satu dari lima kota besar di Indonesia, memiliki infrastruktur yang cukup maju. Kota ini berfungsi sebagai hub bagi Kawasan Timur Indonesia (KTI), terutama dalam hal penyediaan energi listrik. Hingga tahun 2022, Sulawesi Selatan mengalami surplus energi listrik sebesar 616,04 megawatt. Namun, penting untuk mengingat bahwa jika tidak ada upaya penghematan energi, emisi karbon akan terus meningkat, yang berpotensi mengakibatkan krisis energi.
Dalam menghadapi tantangan ini, prinsip hemat energi sangat relevan. Ini sejalan dengan pepatah “Hemat pangkal kaya, boros pangkal miskin”. Penghematan energi bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga bagian dari komitmen global Indonesia dalam pertemuan G20 di Bali pada tahun 2022. Salah satu hasil dari pertemuan tersebut adalah kebijakan pemerintah dalam mendukung transisi menuju energi berkelanjutan.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) telah menetapkan Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM) dan Label Tanda Hemat Energi (LTHE) pada tujuh peralatan elektronik, yaitu AC, penanak nasi, kipas angin, kulkas, lampu LED, televisi, dan lemari pendingin. Ini merupakan langkah awal dalam mendorong penggunaan perangkat hemat energi dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Pada tahun 2030, kebijakan ini akan diperluas untuk mencakup 11 peralatan elektronik tambahan.
Hasil survei KESDM menunjukkan bahwa penerapan SKEM dan LTHE pada beberapa peralatan elektronik telah menghemat 2,07 TWh energi, mengurangi biaya listrik sebesar Rp3 triliun, dan menurunkan emisi CO2 sebesar 2,18 juta ton per tahun. Kebijakan ini menekankan pentingnya spesifikasi kinerja energi yang membatasi konsumsi energi maksimum dari produk yang digunakan.
Di Kota Makassar, khususnya di Desa Wisata Lantebung, penerapan kebijakan hemat energi ini mulai terlihat. Penduduk di Lantebung telah menunjukkan kesadaran tinggi dalam menjaga lingkungan dengan memperbanyak tanaman mangrove untuk mencegah abrasi pantai. Namun, banyak dari mereka belum sepenuhnya menyadari pentingnya menggunakan perangkat elektronik hemat energi.
Lantebung adalah salah satu wilayah observasi penerapan LTHE, di mana penduduknya sebagian besar adalah nelayan dan buruh harian. Sebagian besar rumah tangga di sana menggunakan perangkat elektronik dengan daya 1.200 watt, tetapi perangkat yang hemat energi masih belum umum digunakan. Misalnya, Wardiah, salah satu warga, baru saja membeli kulkas inverter berlabel bintang dua dan melihat penurunan tagihan listrik sekitar Rp50 ribu hingga Rp75 ribu per bulan.
Meskipun ada minat dari masyarakat untuk menggunakan peralatan hemat energi, kurangnya sosialisasi dan keterbatasan produk di pasar menjadi kendala utama. Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Sulawesi Selatan, Andi Eka Prasetya, mengakui bahwa minimnya sosialisasi disebabkan oleh keterbatasan sumber daya manusia dan petunjuk teknis yang belum lengkap.
Kebijakan ini adalah bagian dari upaya konkret Indonesia dalam mencapai target global net zero emission (NZE) pada tahun 2060. Meskipun tantangan masih ada, langkah-langkah seperti penerapan SKEM dan LTHE adalah langkah penting menuju masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan. Masyarakat Lantebung, dengan kesadaran lingkungannya yang tinggi, memiliki potensi besar untuk menjadi contoh dalam penerapan energi hemat di Indonesia.
—
Sumber: repiw.com