Ketapang – Aktivitas tambang emas ilegal di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, yang melibatkan seorang warga negara asing (WNA) asal China berinisial YH, menyebabkan kerugian negara yang sangat besar. Selain menghancurkan lingkungan sekitar, tambang emas tanpa izin ini juga mengakibatkan hilangnya cadangan emas dan perak dalam jumlah signifikan. Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kerugian akibat tambang ilegal tersebut mencapai Rp 1,02 triliun.
Kerugian tersebut dihitung dari hilangnya cadangan emas sebanyak 774,27 kg dan cadangan perak sebanyak 937,7 kg. Aktivitas ilegal ini terungkap setelah penyelidikan mendalam dilakukan oleh Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM.
Sunindyo Suryo Herdadi, Direktur Teknik dan Lingkungan serta Kepala PPNS Ditjen Minerba, mengungkapkan bahwa timnya menemukan bukti kuat kegiatan penambangan bijih emas di lokasi yang izinnya masih dalam proses pemeliharaan. Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang digunakan YH dan komplotannya adalah milik dua perusahaan, PT BRT dan PT SPM, yang belum mendapatkan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) untuk produksi periode 2024-2026.
Hasil investigasi menemukan bahwa aktivitas penambangan dilakukan dengan memanfaatkan lubang tambang (tunnel) sepanjang 1.648,3 meter dengan volume total 4.467,2 meter kubik. Di lokasi tambang, tim penyidik menemukan berbagai peralatan yang digunakan untuk pengolahan dan pemurnian emas, seperti mesin pemecah batu (grinder), tungku induksi, pemanas listrik, serta alat-alat seperti blower dan bahan kimia penangkap emas.
Modus operandi dari kejahatan ini adalah dengan berpura-pura melakukan perawatan dan pemeliharaan tambang, namun kenyataannya, pelaku melakukan pembongkaran bijih emas dengan bahan peledak dan memprosesnya di dalam tunnel. Hasil pemurnian emas tersebut dibawa keluar dalam bentuk dore atau bullion emas.
Sampel emas yang diuji dari lokasi menunjukkan bahwa emas tersebut memiliki kadar yang sangat tinggi. Batuan yang diambil dari lokasi mengandung emas sebanyak 136 gram per ton, sementara batuan yang sudah tergiling mengandung 337 gram emas per ton. Selain itu, ditemukan juga kandungan merkuri (Hg) sebesar 41,35 mg/kg, yang menunjukkan adanya penggunaan merkuri dalam proses pemisahan bijih emas.
Kasus ini mencerminkan masih lemahnya pengawasan dalam penegakan hukum terhadap tambang ilegal di Indonesia. Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa kekayaan alam, termasuk mineral dan batubara, harus digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Namun, dalam praktiknya, kegiatan seperti ini justru memperkaya segelintir orang dan merugikan negara serta masyarakat luas.