BOGOR – Mengutip detik.com yang memuat berita tentang dua siswa SMP yang saling menantang duel maut menggunakan senjata tajam di Rumpin, Bogor, Jawa Barat, mengakibatkan salah seorang tewas. Sosiolog Musni Umar menduga kedua siswa ini berasal dari kalangan keluarga menengah ke bawah, di mana orang tuanya bersikap cuek.
“Saya menduga yang melakukan duel itu dari kalangan masyarakat bawah. Kenapa saya katakan itu? Biasanya kalangan menengah dan atas itu mereka pergi bawa kendaraan sopir mereka dan sebagainya. Orang tua lebih peduli,” kata Musni saat dihubungi, Sabtu (25/11/2017).
Musni mengatakan dirinya prihatin karena korban dan pelaku sama-sama menggunakan senjata tajam untuk duel. Ia menekankan, bahwa ini merupakan tanggung jawab penuh orang tua.
“Jadi saya kira tentu kita prihatin duel siswa ini kemudian ada yang meninggal, mereka itu menggunakan senjata tajam saling membunuh ini memprihatinkan. Ya tanggung jawab orang tua,” ujarnya.
Menurutnya tanggung jawab orang tua adalah utama. Setelah itu barulah menjadi tanggung jawab guru.
“Kalau kita bicara siswa tanggung jawab orang tua itu besar. Setelah orang tua baru guru. Ini kan sudah di luar sekolah, kalau di luar jam belajar otomatis orang tua, tapi orang tua kan mempercayakan pada guru. Tapi guru harus bina bukan satu orang, tapi banyak, nggak bisa ortu menggantungkan sepenuhnya pada guru,” ucapnya.
Polisi: Duel Maut Pelajar SMP di Bogor Karena Adu Ilmu Kebal
Kapolres Bogor AKBP Andi M Dicky mengatakan, kematian ARS disebabkan karena luka sabetan celurit oleh lawannya saat duel satu lawan satu.
“Korban terluka di bagian pinggang belakang, pinggul, lengan kanan atas dan bawah,” sebut Dicky, Sabtu (25/11/2017).
Dia mengungkapkan, motif pertarungan tersebut untuk mengadu ilmu kekebalan dengan pelajar sekolah lain.
“Masing-masing 3 orang berkelahi satu lawan satu untuk ngadu ilmu. Karena korban tidak punya ilmu, akhirnya terkena sabetan celurit,” ungkap Dicky.
ARS meninggal saat mendapat penanganan medis di Puskesmas Rumpin akibat luka sabetan celurit di bagian pinggang belakang, pinggul, lengan kanan atas dan bawah.
Polisi menangkap Pelajar SMP di Rumpin, Bogor yang mencelurit lawan duel hingga tewas. Korban tewas juga berstatus pelajar SMP.
“Pelaku sudah kita amankan. Tapi nanti akan kita kembalikan ke orang tua,” ujar Kapolsek Rumpin, Kompol Surdin Simangunsong, Sabtu (25/11/2017).
Polisi menyita sejumlah barang bukti yakni celurit dan baju yang digunakan korban. Pelaku akan dijerat dengan UU khusus.
Pelaku berduel dengan pelajar SMP lainnya di sebuah lapangan di Desa Gobang. Pelaku dan korban sudah saling mengenal.
Korban menurut Surdin sempat menyerang menggunakan celurit. Namun korban tidak terluka.
“Si korban ini ketakutan, terus lari, pelaku mengejar dan korban dicelurit bagian belakangnya,” sambungnya.
Korban mengalami luka sabetan di pinggang, pinggul, lengan atas dan bawah. Korban meninggal dunia dalam perjalanan ke rumah sakit.
Kapolsek Rumpin Kompol Sudin Simangunsong mengatakan, pihaknya sudah mendatangi kediaman mendiang ARS di Kampung Nyuncung, Desa Kampung Sawah, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor.
“Rumah keluarga korban sudah kami datangi bersama guru, ketua RT/RW setempat untuk memberi penjelasan,” ujar Sudin di Bogor, Sabtu (25/11/2017).
KPAI: Semua Pihak Harus Berperan Walau di Luar Jam Sekolah.
“Semua pihak harus berperan. Orang tua perlu melakukan penguatan pengasuhan, agar anak tidak melakukan tindakan salah,” kata dia.
Menurut Susanto, tak hanya orang tua saja yang berperan menjaga anaknya. Sekolah maupun masyarakat juga bisa ikut serta mencegah potensi kejadian serupa.
“Masyarakat perlu mencegah jika ada potensi kejadian. Guru juga perlu memberikan perhatian agar tak ada korban, dan polisi penting melakukan kontrol titik-titik rawan terjadinya tawuran atau duel,” ucapnya.
Dia juga berpesan agar pelajar di Indonesia mengisi hari dengan kegiatan positif. Santoso mengimbau agar pelajar menjauhi hal negatif, terutama tawuran.
“Kami berpesan kepada pelajar Indonesia, isilah hari-harimu dengan hal yang positif, giat belajar dan berkarya. Jauhi hal-hal negatif apalagi tawuran dan duel. Perilaku demikian tak boleh ditiru,” imbuhnya.
Pengaruh Paparan Konten Kekerasan dan Persaingan Negatif
Meski konten hiburan yang bisa ditonton secara nasional kini lebih banyak berisi hal-hal yang positif, masih ada beberapa konten yang masih mempertontonkan persaingan dan kompetisi negatif, siapa yang paling kuat, paling jago, paling kaya, atau paling berani.
Tanpa kemampuan mencerna atau bimbingan melalui literasi, baik yang mereka temukan sendiri atau dari lingkungan pergaulan sehari-hari di sekitarnya, konten tersebut akan diterjemahkan naif oleh anak-anak dan utamanya remaja yang masih mencari identitas dan eksistensi dirinya.
Sudah saatnya semangat dalam konten di berbagai media berubah dari kompetisi yang harus mengalahkan orang lain untuk menjadi juara, menjadi harus menolong orang lain untuk disebut juara, mengalah dan memaafkan lebih butuh banyak keberanian ketimbang menyerang dan menaklukkan.
Berbagai cabang olah raga bisa menjadi penyaluran semangat persaingan, menjadi juara dengan mengalahkan tanpa harus ada yang terbunuh. Menjadi unggul dan menyelesaikan konflik dengan kekerasan hanya dilakukan oleh hewan rimba yang tidak diciptakan dengan kemampuan berdialog dan berkompromi, demi rantai makanan. Kekerasan dan penaklukan bukanlah cara manusia.
Minimnya Teladan
Mengubah cara berpikir anak-anak dan remaja dari persaingan negatif menjadi persaingan dalam kebaikan paling efektif melalui keteladanan, yang sayangnya masih minim mengisi konten berbagai media. Namun, bukan berarti kita yang tak berada di atas panggung tidak bisa membuat perubahan.
Jika hanya diberi tahu siswa akan lupa, jika diajarkan melalui contoh dan teladan siwa akan mengingat, dan kelak saat terlibat langsung dalam persaingan di masyarakat yang belum semuanya mau dan mampu menyelesaikan konflik melalui dialog, siswa akan belajar langsung.
Kita bisa mengambil salah satu dari tiga proses tersebut di atas, dengan memberi tahu, mengajarkan, dan melibatkan anak-anak dan remaja dalam persaingan positif.
Bukankah dunia menjadi tempat yang buruk untuk dihuni manusia, karena ketidak pedulian bukan karena banyaknya keburukan.