Wartakita MAKASSAR – Tema #EartHour2016 yang diusung kali ini adalah “Masa Depan Dimulai Sekarang”. Earth Hour, event yang diselenggarakan oleh World Wildlife Fund (WWF) dengan tujuan meningkatkan kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya menghemat energi untuk mengatasi pemanasan global.
Berawal dari Sydney dengan 2.2 juta partisipan pada tahun 2007, empat tahun kemudian, yaitu pada tahun 2001, 1.8 miliar orang dari 135 negara ikut berpartisipasi dalam kegiatan Earth Hour.
Meski juga ada fakta yang menunjukan bahwa event Earth Hour bukan merupakan jawaban tepat untuk mengatasi isu pemanasan global. Cenderung dianggap sebagai event simbolik tanpa makna yang memberi efek sangat kecil dalam menghadapi pemanasan global.
Menjelang pukul 20:30 GMT +8 di benteng Rotterdam Makassar, lampu-lampu mulai dipadamkan.Beberapa fakta tersebut diantaranya: Saat masyarakat mematikan seluruh lampu dan peralatan yang ada di rumahnya, mereka cenderung untuk menyalakan lilin sebagai pengganti penerangan. Terlebih lagi, pada setiap perhelatan Earth Hour, sebuah perayaan yang bisa dibilang besar selalu diadakan di pusat-pusat event Earth Hour di dunia. Ribuan lilin dinyalakan dalam perayaan tersebut. Bukankah itu merupakan sebuah langkah yang justru mengakibatkan Earth Hour tidak berjalan dengan efektif? Alih-alih mengurangi emisi gas karbon akibat pemakaian energi listrik, emisi gas karbon justru makin meningkat dengan penggunaan lilin saat event Earth Hour berlangsung.
Fakta lainnya, pembangkit listrik tua bertenaga mesin diesel dengan bahan bakar fosil, saat lampu dipadamkan selama sejam akan bekerja lebih ringan, dan lebih sedikit emisi karbon dihasilkan. Namun saat lampu yang tadi padam bersamaan dinyalakan, mesin diesel tua pemutar generator akan terbatuk-batuk saat beban generator naik drastis. Emisi yang dihasilkan mungkin meningkat sesaat sebelum kembali ke kondisi operasi normal.
Namun fakta di atas belum bisa dijadikan dasar bahwa #EarthHour tidak efektif. Belum ada data pembanding berapa banyak emisi karbon selama 1 jam dan berapa yang dihasilkan sejam setelahnya. Tanpa memasukkan data berapa banyak orang yang tergugah kesadaran dan kepeduliannya pada lingkungan dengan adanya aksi #EarthHour.
Dan tidak perlu repot-repot menghitungnya. Sesuatu yang lumrah bila sebuah optimisme juga memunculkan sikap skeptis, pesimis bahkan apatis. Namun patut disyukuri bahwa sikap-sikap negatif tersebut lahir dari niat yang sama baiknya, ingin mencari aksi yang lebih nyata (dan lebih efektif) dari sekedar memadamkan lampu selama sejam.
[nextpage title=”Memendekkan Jarak antara simbol dan kesadaran.”]
#EarthHour2016 di kota Makassar dipusatkan di benteng Rotterdam, dihadiri oleh walikota Makassar Moh. Ramdhan Pomanto, unsur Muspida dan teman-teman komunitas sekota Makassar.
Meski selama sejam tadi benteng Rotterdam tidak benar-benar gelap, namun kehadiran anak-anak muda Makassar, apalagi untuk yang pertama kali datang ke event #EarthHour membangun optimisme, bahwa masa depan bumi yang lebih baik telah dimulai dari sekarang.
Sekitar sebulan sebelum hari ini tiba, sebelum 19 Maret 2016 masyarakat telah diedukasi dengan kampanye #EartHour tentang alam, lingkungan, perubahan iklim, dan pemanasan global, akhirnya malam ini ‘diinagurasi’ selama 1 jam dan (semoga) tersadar lalu menularkan, bahwa untuk membangun masa depan bumi yang lebih baik, ada banyak hal yang terjangkau oleh tangan kita sendiri. (Ab / Er)