Wartakita.id – Bantuan kemanusiaan berupa 30 ton beras dari Uni Emirat Arab (UEA) untuk korban banjir di Kota Medan dilaporkan dikembalikan ke negara asal. Langkah tegas ini diambil Pemerintah Kota Medan menyusul belum adanya keputusan resmi dari Pemerintah Pusat mengenai penerimaan bantuan dari negara asing.
Bantuan 30 Ton Beras UEA Ditolak, Ini Kronologisnya
Wali Kota Medan, Rico Waas, menegaskan bahwa bantuan 30 ton beras yang dijanjikan oleh Uni Emirat Arab (UEA) untuk korban banjir di wilayahnya tidak diterima. Keputusan ini diambil setelah melalui kajian dan koordinasi mendalam dengan berbagai instansi terkait.
“Kami kembalikan kepada Uni Emirat Arab. Jadi, kami kembalikan, kami Kota Medan tidak menerima,” ujar wali kota kepada wartawan pada Kamis (18/12/2025), seperti yang terekam dalam rekaman suara yang diterima Kompas.com.
Teguran Pusat dan Regulasi Menjadi Alasan Utama
Langkah pengembalian bantuan tersebut bukan tanpa alasan. Wali kota menjelaskan bahwa keputusan ini dipicu oleh adanya teguran dari Pemerintah Pusat dan juga Gubernur Sumatera Utara. Pemerintah Pusat, melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Kementerian Pertahanan, belum mengeluarkan kebijakan atau persetujuan resmi untuk menerima bantuan hibah dari negara lain.
“Intinya adalah memang kami sudah cek tentang regulasi dan penyampaian, kami ke BNPB, Kementerian Pertahanan, memang melalui koordinasi kami semua, ini tidak diterima,” tegas wali kota.
Pemerintah Indonesia, melalui Presiden Prabowo Subianto, sebelumnya telah menyatakan kesiapan dan kemampuan dalam menangani bencana alam yang terjadi di berbagai wilayah, termasuk Sumatera. Presiden Prabowo bahkan telah mengapresiasi perhatian dari berbagai pemimpin negara yang menawarkan bantuan, namun menegaskan bahwa Indonesia mampu mengatasi situasi tersebut secara mandiri.
Prosedur Penerimaan Bantuan Internasional
Penting untuk dipahami bahwa penerimaan bantuan dari luar negeri, terutama dalam skala besar, memiliki prosedur dan regulasi yang ketat di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa bantuan yang masuk sesuai dengan kebutuhan prioritas, terkelola dengan baik, dan tidak menimbulkan persoalan administratif maupun hukum di kemudian hari.
- Koordinasi dengan Pemerintah Pusat: Setiap tawaran bantuan dari negara asing harus melalui persetujuan dan koordinasi dengan Pemerintah Pusat.
- Peran BNPB: Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menjadi lembaga utama yang mengkoordinasikan penerimaan dan distribusi bantuan bencana di tingkat nasional.
- Regulasi Keimigrasian dan Kepabeanan: Bantuan yang masuk dari luar negeri juga harus melalui proses kepabeanan dan regulasi terkait barang masuk agar tertib administrasi.
- Kapasitas Nasional: Indonesia, sebagai negara besar, memiliki komitmen untuk menunjukkan kemampuannya dalam penanganan bencana secara mandiri sebelum menerima bantuan eksternal, kecuali dalam kondisi yang sangat mendesak dan terukur.
Dampak Banjir dan Respons Cepat
Banjir yang melanda Kota Medan beberapa waktu lalu memang menimbulkan duka mendalam, bahkan memakan korban jiwa. Data mencatat bahwa sebagian besar korban adalah lansia, menambah urgensi penanganan dan bantuan pasca-bencana. Kecepatan dan ketepatan dalam penyaluran bantuan menjadi kunci utama pemulihan bagi para terdampak.
Keputusan untuk mengembalikan bantuan beras dari UEA ini, meskipun terdengar kontroversial, sejatinya menunjukkan ketaatan terhadap regulasi yang berlaku.
Fokus pemerintah kota saat ini adalah memastikan bantuan yang diterima sesuai dengan koridor hukum dan prosedur yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, demi transparansi dan akuntabilitas. Kendati korban terdampak banjir membutuhkan bantuan secepatnya.
Perlu dipikirkan agar birokrasi mengenal ‘emergency quick response procedure‘. Sebab, dalam kondisi ‘force majeure’ hukum formal tunduk pada kejadian alam luar biasa. Apalah birokrasi dibandingkan pengungsi yang kekurangan makanan, air bersih, dan tanpa akses ke bantuan.























