Kontroversi program makan siang gratis melanda Sulawesi Selatan. Yasika Aulia Ramadhani, putri Wakil Ketua DPRD Sulsel, mengelola 41 dapur pelayanan pemenuhan gizi (SPPG). Tuduhan nepotisme menyeruak di media sosial.
Yasika, seorang pengusaha muda berusia 25 tahun, membantah tudingan tersebut. Ia memenangkan tender terbuka untuk mengelola dapur-dapur tersebut. Badan Gizi Nasional (BGN) mengklaim prosesnya transparan.
Program ini menyuplai makanan untuk 100.000 siswa SD dan SMP di seluruh Sulawesi Selatan. Dapur-dapur tersebut tersebar di 24 kabupaten dan kota. Termasuk Makassar dan Bone, yang menjadi pusat program nasional.
Proses Tender Dipertanyakan
Kritik muncul karena hubungan keluarga Yasika dengan pejabat publik. Meskipun BGN menyatakan proses seleksi terbuka, minimnya peminat pada tahap awal tender menjadi sorotan. Hal ini memicu pertanyaan tentang keadilan proses.
Laporan media mengungkap skandal ini pada Jumat malam. Viral di media sosial pada Sabtu pagi, saat akhir pekan libur sekolah. Tagar #DapurNepoSulsel ramai dibahas di platform X, mencapai 300.000 unggahan.
Oposisi di DPRD Sulawesi Selatan menuntut audit ulang. Mereka mendesak transparansi penuh terkait pengelolaan dana program. Audit BGN sebelumnya menyatakan kelengkapan legalitas Yasika.
Dampak pada Kepercayaan Publik
Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah berjanji akan melakukan audit ulang. Yasika sendiri bersedia membuka data keuangan terkait operasional dapur.
Program makan siang gratis ini menargetkan satu juta anak di Sulsel. Namun, skandal ini berpotensi mengikis kepercayaan publik. Terutama di daerah dengan tingkat anak kurang gizi mencapai 20%.
Nanik S Deyang, Wakil Kepala BGN, menyatakan bahwa awalnya program ini sepi peminat. “Dulu sepi peminat, sekarang berkembang,” ujarnya. Namun, insiden ini menunjukkan tantangan besar dalam implementasi program sosial.
Demonstrasi dan Pelajaran Etika
Sejumlah warga di Bone menggelar demonstrasi kecil. Mereka menuntut keadilan dalam pengelolaan program bantuan pangan.
Kasus Yasika menjadi pelajaran penting. Ini menyoroti keseimbangan antara ambisi kaum muda dan etika publik dalam pengelolaan dana negara. Solusi untuk mengatasi masalah gizi anak harus bebas dari praktik yang meragukan.























