Joey Alexander dinominasikan untuk dua penghargaan Grammy pada upacara penghargaan Grammy Senin malam (Selasa 16/2 waktu Indonesia) – adalah musisi termuda yang pernah terpilih untuk nominasi penghargaan dalam genre itu.
Joey anak didik Wynton Marsalis, bukan berasal dari New orleans, dimana warga Afro Amerika bermukim dan dikenal sebagai sarang musisi jazz top, tapi berasal dari Bali di Indonesia.
Sejak usia enam tahun Joey belajar sendiri bermain piano dengan mendengarkan koleksi ayahnya dari Duke Ellington, Charlie Parker dan album Thelonious Monk.
Dia mulai tampil di klub-klub lokal di Bali pada usia enam tahun dan di ibukota Jakarta pada usia delapan tahun. Keluarganya pindah ke New York dua tahun lalu dan karirnya melesat setelah memikat penonton di Newport Jazz Festival sebagai pemain termuda dalam sejarah acara jazz paling bergengsi di dunia.
Ketika Grammy award berlangsung, Indra Lesmana termasuk salah seorang yang akan menonton kemajuan Joey dengan rasa kebanggaan.
Indra Lesmana, pianis jazz yang paling terkenal di Indonesia, musisi yang mengambil Joey dibawah asuhannya di klub jazz miliknya di Jakarta. Joey dibimbing Indra sebelum membuat rekomendasi yang memberi Joey terobosan besar di New York.
Indra Lesmana pertama kali mendengar Joey bermain ketika orang tua Joey membawanya ber-jam session ke klub miliknya, RedWhite Jazz Lounge di salah satu acara kami, Jazz For Kids.
“Orang tuanya menghubungi dan bertanya apakah bisa mengajar Joey,” kata Indra Lesmana kepada The Telegraph. “Dia sangat berbakat dan jelas memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi musisi besar.”
Selama berada dalam bimbingannya Joey seorang siswa yang paling antusias, bersikeras duduk tepat di sebelah Indra Lesmana hingga ia bisa mengikuti jari-jarinya sambil menari-nari di piano.
“Kami memiliki banyak anak-anak muda berbakat di klub, saya bangga memiliki mereka,” kenangnya. Orang tua Joey memberikan anaknya home schooling, agar dia bisa terus bermain jazz.
Indra Lesmana membimbing Joey selama dua tahun, kemudian Joey dianjurkan untuk melanjutkan pelajarannya pada seorang teman dekat yang menjalankan program jazz di Lincoln Centre Manhattan.
Sebuah video dari Joey memikat Marsalis, direktur artistik Lincoln Centre. Dia terkesan dan mengundang Joey untuk tampil di gala tahunan.
Ketika Joey Alexander membuat debut New York-nya, Joey memilih “Round Midnight”, sebuah lagu yang terkenal sebagai salah satu yang paling sulit di jazz. Pada saat ia selesai, orkestra dan penonton berdiri dan bertepuk tangan.
Anak ajaib yang mulai menulis lagu sendiri pada usia 10 tahun dengan komposisi “Ma Blues” dan sudah dianggap sebagai master improvisasi.
“Ketika saya di panggung saya tidak pernah merencanakan, Anda tahu, ‘aku akan melakukan ini’,” katanya dalam sebuah wawancara di CBS. “Tapi tentu saja, Anda memiliki konsep apa yang akan Anda lakukan . Tapi Anda tidak benar-benar merencanakan itu.” Layaknya musisi jazz senior yang bermusik karena ingin bermain jazz, bukan menyusun rencana.
Wynton Marsalis mengatakan setelah penampilan Joey: “Saya tidak pernah mendengar ada orang yang bisa bermain seperti dia. Dan tidak ada yang pernah mendengar seseorang yang bisa bermain seperti dia. Tidak ada pertanyaan bahwa [ia memiliki kejeniusan]. ”
Sebagai anak-anak, Joey hiperaktif, sehingga orang tuanya Denny dan Fara Silas membelikan Joey sebuah keyboard untuk menyalurkan energinya. Ada musisi dalam keluarga tetapi mereka tidak tahu bakat Joey di sana.
Marsalis bersikeras bahwa Joey bukanlah produk dari paksaan orang tua untuk menekuni Jazz. “Anak ini secara filosofis begitu kuat,” katanya kepada CBS. “Dan orang tuanya tidak mendorongnya. Joey yang mendorong mereka. ”
Kembali di Indonesia, Indra Lesmana kini telah pindah dari Jakarta ke Bali untuk merekam album baru dan membuka sekolah musik sendiri di sana tahun ini – dan mungkin menemukan Joey Alexander lain.
Dan saat bersiap menonton siaran dari Los Angeles bersama keluarganya di televisi di rumah, ia menambahkan: “Joey telah membuka banyak mata orang-orang untuk melihat dan mengetahui bahwa Indonesia memiliki begitu banyak bakat jazz besar. Saya sangat bangga padanya. ” (*)