Teknologi kecerdasan buatan (AI) semakin mempengaruhi dunia kerja di Indonesia, membuka peluang karier yang signifikan di masa depan. Country Lead for LinkedIn Indonesia, Rohit Kalsy, menyatakan bahwa adopsi teknologi AI memainkan peran penting dalam proses perekrutan karyawan.
Menurut laporan Work Trend Index 2024, 76% pemimpin di Indonesia lebih cenderung merekrut kandidat dengan keterampilan AI meskipun kurang berpengalaman dibandingkan kandidat yang berpengalaman tanpa keterampilan AI. Bahkan, 69% pemimpin di Indonesia tidak akan mempekerjakan seseorang tanpa keterampilan AI.
Dampak AI
Rohit menjelaskan bahwa budaya kerja baru mendorong karyawan untuk meningkatkan keterampilan AI mereka. Keanggotaan LinkedIn yang menambahkan keterampilan AI seperti Copilot dan ChatGPT ke profil mereka meningkat 142 kali lipat. Selain itu, terdapat peningkatan 160% dalam penggunaan kursus LinkedIn Learning oleh profesional non-teknis untuk membangun kecakapan AI. Sebutan AI dalam peluang kerja di LinkedIn juga meningkatkan jumlah lamaran kerja sebesar 17%.
“Dampak AI sudah tidak dapat dipungkiri. Perusahaan yang memberdayakan karyawan dengan alat dan pelatihan AI akan menarik talenta terbaik, sementara profesional yang meningkatkan keterampilan mereka akan lebih unggul,” kata Rohit.
Sementara itu, Go To Market Lead – AI at Work & AI in Cybersecurity (ASEAN) Microsoft, Ricky Haryadi, menyebut bahwa 92% pekerja pengetahuan (knowledge workers) di Indonesia sudah menggunakan AI di tempat kerja, angka yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata global (75%) dan Asia Pasifik (83%).
Sebanyak 92% pemimpin di Indonesia percaya akan pentingnya adopsi AI untuk menjaga keunggulan kompetitif perusahaan, dibandingkan dengan 79% global dan 84% Asia Pasifik. Namun, 48% karyawan merasa kepemimpinan di perusahaan mereka masih belum memiliki visi dan rencana yang jelas untuk penerapan AI, lebih rendah dibandingkan rata-rata global (60%) dan Asia Pasifik (61%).
Sebagai respon, 76% karyawan di Indonesia berinisiatif membawa perangkat atau solusi AI mereka sendiri ke tempat kerja. Tren ini bisa mengurangi manfaat optimal dari AI jika tidak digunakan secara strategis dan membawa risiko terhadap data perusahaan.
Selain itu, fenomena AI Power Users semakin marak. Laporan menunjukkan 93% power users di Indonesia menggunakan AI sebagai bagian dari rutinitas kerja mereka, dan 73% dari mereka cenderung lebih tertarik bereksperimen dengan AI, lebih tinggi dibandingkan rata-rata global (68%) dan Asia Pasifik (51%).
Kesimpulan Repiw:
Adopsi AI di Indonesia tidak hanya membuka peluang karier tetapi juga menuntut peningkatan keterampilan. Perusahaan yang memanfaatkan AI secara strategis akan menarik talenta terbaik, sementara karyawan yang meningkatkan keterampilan AI mereka akan lebih unggul dalam persaingan. Dengan AI, masa depan karier di Indonesia semakin cerah dan penuh dengan peluang.
—
Artikel tech repiw.com untuk pembaca wartakita.id