Wartakita.id, JAKARTA — Di tengah hiruk-pikuk masalah legalitas tanah, Presiden Prabowo Subianto menetapkan tonggak sejarah baru bagi Ibu Kota Nusantara (IKN). Tidak ingin proyek ini mangkrak atau berjalan lambat, Kepala Negara memberikan tenggat waktu tegas: Tahun 2028, IKN harus sudah beroperasi sebagai Ibu Kota Politik.
Hal ini disampaikan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto seusai rapat terbatas membahas Perpres Nomor 79 Tahun 2025. “Itu sudah menjadi komitmen Bapak Presiden. Pak Prabowo meminta agar IKN menjadi ibu kota politik,” ujar Airlangga, Jumat (21/11/2025).
Apa Makna “Ibu Kota Politik”?
Selama fase awal (2022-2024), pembangunan IKN berfokus pada Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) yang didominasi oleh lembaga eksekutif (Istana Presiden dan kantor kementerian). Namun, sebuah negara demokrasi tidak hanya dijalankan oleh eksekutif.
Definisi “Ibu Kota Politik” berarti bergesernya pusat pengambilan keputusan legislasi dan yudisial. Airlangga menegaskan bahwa percepatan pembangunan kini diarahkan pada dua pilar demokrasi lainnya:
- Kompleks Legislatif: Gedung DPR, MPR, dan DPD.
- Kompleks Yudikatif: Gedung Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
Jika target 2028 tercapai, maka Sidang Tahunan MPR/DPR tahun 2028 kemungkinan besar akan digelar di Kalimantan Timur, bukan lagi di Senayan.
Tantangan Infrastruktur vs Regulasi
Target ini ambisius. Membangun kompleks parlemen yang mampu menampung ribuan staf ahli dan anggota dewan membutuhkan infrastruktur pendukung yang masif. Namun, tantangan terbesarnya bukan pada beton dan baja, melainkan pada regulasi tanah yang baru saja “dikocok ulang” oleh MK.
Untuk mengejar target 2028, pemerintah membutuhkan partisipasi swasta yang masif untuk membangun hunian, hotel, dan fasilitas komersial bagi ribuan politisi yang akan pindah. Dengan dibatalkannya HGU 190 tahun, pemerintah harus bekerja ekstra keras meyakinkan pengembang bahwa IKN tetap seksi sebagai pusat politik masa depan Indonesia.
Visi Prabowo jelas: IKN bukan sekadar kota di tengah hutan, tetapi simbol bergesernya gravitasi politik Indonesia dari Jawa-sentris menjadi Indonesia-sentris. Dan tahun 2028 adalah garis finis pertamanya.























