Wartakita, MAKASSAR – Walikota Makassar, yang bersepeda menuju TPA berdalih, pemilihan lokasi pelantikan adalah untuk mendekatkan para guru dan para undangan pada salah satu masalah utama kota Makassar, yaitu sampah.
Pelantikan ratusan kepala sekolah (kepsek) SD, SMP dan SMA Kota Makassar, Sulawesi Selatan, di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Antang, Kota Makassar, Rabu (30/3/2016) kemarin menuai banyak kritikan. Ada yang berpendapat guru profesi mulia, tidak sepantasnya direndahkan dengan dilantik di tempat pembuangan akhir sampah.
TPA bukan kali pertama dijadikan sebagai lokasi seremonial, pada pilpres 10 tahun silam TPA juga digunakan sebagai tempat deklarasi pasangan capres dan cawapres. Pertanyaannya masih efektifkah penggunaan simbol-simbol dalam membangun kesadaran?
Efektif atau tidak penggunaan simbol, tergantung tujuannya. Bila bertujuan mencari sorotan perhatian, maka pelantikan di TPA kemarin berhasil. Lepas dari apa bentuk perhatian yang diterima.
Namun bila bertujuan membangun kesadaran, maka kesadaran yang dibangun melalui proses ‘terapi kejut’ lebih cepat hilangnya ketimbang kesadaran yang dibangun tahap demi tahap. Kesadaran masyarakat kota Makassar tentang kebersihan bukan pingsan, tapi koma. Penanganan pasien pingsan mungkin berhasil disadarkan dengan kejutan listrik, tapi pasien koma tidak boleh disadarkan mendadak. Banyaknya persoalan bukan alasan untuk mencari cara instan dan cepat.
Membangun pondasi sebuah solusi permanen mungkin butuh waktu panjang yang hasilnya belum tentu terlihat di akhir masa jabatan, namun pasti akan dinikmati oleh masyarakat kotanya. Bukankah masyarakat adalah sebab dan tujuan mengapa menjabat walikota.
Seperti keputusan mendiang HM. Patompo menolak membuat jalan kota berkelok-kelok, menarik garis lurus saat membangun jalan Veteran dan jalan A.P. Pettarani. Keputusan yang ditentang namun dari kedua jalan utama itulah (oleh walikota selanjutnya) jalanan kota Makassar bertumbuh, meski tidak semuanya bisa lurus.
Bila pernah bermain game simulasi kota (SIM City) unsur pejabat kota yang ABS (asal bapak senang) memang tidak terakomodir, karena unsur terpenting kota adalah masyarakat baru kemudian walikota dan jajarannya. Permainan ini membangun kesadaran masyarakat dengan dua cara.
Pertama zonasasi yang jelas, mana wilayah pemukiman, industri, niaga, pemerintahan dan lain-lain. Tidak bercampurnya zona melatih masyarakat berpikir, berkelakuan sesuai zona, dan beradaptasi saat berpindah zona. Pada irisan antar zona ada ruang publik berupa taman atau ruang terbuka hijau, tempat menetralkan pikiran sebelum berpindah zona.
Kedua, pemain SIMCity wajib membuat koridor pembangunan kesadaran. Koridor yang memaksa masyarakat sadar akan pentingnya menjaga kebersihan. Setelah disiapkan gendang dua lengkap dengan plastiknya yang bisa didaur ulang, juga disiapkan sanksi bila masih membuang sampah sembarangan.
Keputusan melantik para Kepala Sekolah di TPA memang nyentrik, apapun tujuannya tidak untuk merendahkan profesi guru, karena hina dan mulia tidak terletak pada elevasi. Kemuliaan lebih banyak tentang sedang bikin apa, bukan lagi di mana.