Wartakita.id, MAKASSAR — Usia 25, teman sudah jadi manajer. Usia 27, sahabat menikah. Usia 30, sepupu sudah punya rumah dan mobil.
Lalu Anda melihat diri sendiri: Masih berjuang mencari pekerjaan yang pas, hubungan asmara kandas, atau tabungan masih kembang-kempis. Pertanyaan mengerikan itu pun muncul: “Apakah saya gagal? Apakah saya salah mengambil keputusan lima tahun lalu? Kenapa takdir tidak adil pada saya?”
Perasaan “tertinggal” atau insecure terhadap garis waktu (timeline) hidup adalah epidemi di kalangan dewasa muda saat ini. Kita terobsesi pada kepastian dan roadmap yang linear. Ketika hidup memberikan belokan tajam atau jalan buntu, kita panik dan merasa dunia runtuh.
Ilusi Memiliki Kontrol atas Masa Depan
Kita cemas karena kita menganggap hidup adalah sebuah rel kereta api yang lurus dan terjadwal. Padahal, hidup lebih mirip mengarungi samudra. Badai bisa datang tiba-tiba, angin bisa berhenti berhembus.
Kecemasan ini muncul karena kita menolak misteri. Kita ingin jawaban sekarang. Kita ingin jaminan bahwa semua penderitaan ini ada gunanya. Ketidakmampuan kita “memeluk” ketidakpastian inilah yang membuat kita sulit tidur di malam hari.
Seni Memeluk Takdir (Amor Fati)
Bagaimana cara berdamai dengan ketidakpastian ini? Inspirasi dari buku Embracing Destiny karya Nara Saluna menawarkan pendekatan yang lebih puitis namun sangat kuat secara psikologis:
Reframing: “Plot Twist”, Bukan Kegagalan
Dalam sebuah novel atau film, jika tokoh utamanya selalu sukses dan lancar, ceritanya akan membosankan. Konflik, kegagalan, dan belokan tak terduga adalah yang membuat cerita itu bermakna.
Cobalah lihat fase “gagal” Anda saat ini sebagai Plot Twist atau pengembangan karakter. Nara Saluna mengajak kita melihat takdir bukan sebagai hukuman, tapi sebagai narasi yang sedang ditulis. Anda belum sampai di halaman terakhir.
Fokus pada “Titik Terang” Kecil
Saat masa depan terlihat gelap gulita, jangan mencoba melihat terlalu jauh. Cukup lihat satu langkah ke depan. Apa satu hal baik yang bisa Anda lakukan hari ini? Takdir besar terbentuk dari ribuan keputusan kecil sehari-hari. Jangan terlamun memikirkan 10 tahun lagi, fokuslah membaikan hari ini.
Terapi Ekspresif (Menulis/Seni)
Seringkali kecemasan itu terlalu abstrak untuk dipikirkan. Tuangkanlah. Embracing Destiny menggabungkan puisi dan ilustrasi sebagai cara memproses emosi. Anda tidak perlu jadi penyair. Cukup tuliskan ketakutan Anda di jurnal. Saat ketakutan itu tertulis di kertas, ia kehilangan daya cengkeramnya di kepala Anda. Ia menjadi objek yang bisa diamati, bukan monster yang menakutkan.
Menari Bersama Misteri
Tidak ada yang namanya “terlambat” atau “tertinggal”. Itu hanya ilusi karena kita membandingkan bab 1 hidup kita dengan bab 10 hidup orang lain. Setiap orang memiliki zona waktunya masing-masing.
Obama pensiun dari presiden di usia 55, Trump baru mulai di usia 70. Kolonel Sanders baru sukses dengan KFC di usia tua. Takdir Anda unik, dirancang khusus untuk kapasitas jiwa Anda.
Alih-alih melawan arus dan kelelahan, cobalah untuk mengapung dan percaya. Seperti pesan dalam Embracing Destiny (buku ini hanya tersedia dalam edisi EN di Amazon KDP), keberanian terbesar bukanlah saat kita tahu persis ke mana kita pergi, tapi saat kita tetap melangkah dengan keyakinan meski peta di tangan kita belum lengkap.
Tarik napas, Anda baik-baik saja. Anda sedang dalam proses menjadi versi terbaik diri Anda.























