Hari Senin, 28 April 2025, menjadi momen kelam bagi Eropa Selatan. Sejumlah negara, termasuk Spanyol, Portugal, Andorra, dan sebagian Prancis Selatan, diterpa pemadaman listrik atau blackout terbesar dalam lebih dari satu dekade. Jutaan warga terdampak, transportasi umum terhenti, bandara tutup, dan layanan telekomunikasi lumpuh. Fenomena ini langsung viral di media sosial, memicu spekulasi liar tentang penyebabnya. Apa yang sebenarnya terjadi?
Menurut laporan Bloomberg, pemadaman dimulai sekitar pukul 12.30 siang waktu setempat dan berlangsung hingga malam hari. Operator jaringan listrik Spanyol, Red Electrica, melaporkan bahwa hingga pukul 21.00, pasokan listrik baru pulih sekitar 75% dari kapasitas normal. Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez menyampaikan simpati, namun belum ada kejelasan resmi soal penyebabnya. Beberapa spekulasi menyebutkan kebakaran di Prancis Barat Daya yang merusak jalur listrik utama, gangguan atmosfer ekstrem, hingga dugaan serangan siber. Namun, hingga kini, otoritas membantah adanya indikasi serangan digital.
Dampak blackout ini luar biasa. Di Madrid, layanan metro terhenti, menyebabkan kekacauan di jam sibuk. Bandara utama seperti di Lisboa dan Barcelona terpaksa menghentikan operasional, membuat ribuan penumpang terlantar. Bahkan, turnamen tenis Madrid Open terganggu karena listrik padam di tengah pertandingan. Di media sosial, tagar seperti #BlackoutEurope dan #EropaGelap mendominasi, dengan warganet membagikan kisah dramatis, dari pasien rumah sakit yang terancam hingga bisnis yang merugi besar.
Krisis ini mengingatkan pada blackout sebelumnya di Eropa, seperti pemadaman di Montenegro, Bosnia, Albania, dan Kroasia pada Juni 2024 akibat gelombang panas. Lonjakan permintaan listrik untuk pendingin udara dan infrastruktur jaringan yang renta menjadi pemicu utama saat itu. Namun, insiden 2025 ini tampaknya lebih kompleks. Pakar energi dari Slovenia, Bogomil Ferfila, menyebutkan bahwa minimnya investasi infrastruktur dan ketidakseimbangan pasokan energi di Eropa menjadi bom waktu yang kini meledak.
Sementara pasokan listrik berangsur pulih pada 29 April pagi, pertanyaan besar tetap menggantung: apakah Eropa siap menghadapi krisis energi berikutnya? Dengan ketergantungan pada gas alam yang terbatas dan transisi energi yang belum stabil, blackout ini menjadi peringatan keras. Bagi warga Eropa, kegelapan kemarin bukan sekadar mati lampu, melainkan cerminan kerentanan sistem energi modern.
Apa yang Bisa Kita Pelajari?
Insiden ini menunjukkan betapa pentingnya investasi pada infrastruktur listrik yang tangguh. Di Indonesia, kita juga pernah merasakan blackout besar, seperti di Jawa-Bali 2005 yang memengaruhi 100 juta orang. Mari berdiskusi: bagaimana cara kita mencegah krisis serupa di masa depan? Tulis pendapatmu di kolom komentar!