Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan menjadi sorotan publik atas sejumlah kasus yang menimpanya. Tindakan hukum dari Bea Cukai menuai kontroversi hingga banjir komentar negatif masyarakat.
Terdapat 3 keluhan masyarakat terhadap Bea Cukai yang viral di media sosial, yaitu; soal pembelian sepatu olahraga impor yang ditagih pajak Rp 31 juta, alat belajar siswa SLB yang ditagih ratusan juta rupiah, hingga mainan untuk review milik influencer yang tertahan.
Berikut rincian kasusnya serta respons dari Bea Cukai:
1. Beli Sepatu Rp 10 Juta, Pajaknya Rp 31 Juta
Beberapa waktu lalu viral di media sosial sebuah video berisikan keluhan seorang pengguna Tik Tok usai dikenakan bea masuk Rp 31 juta untuk pembelian sepatu olahraga impor seharga Rp 10 jutaan.
“Halo bea cukai gue mau nanya sama kalian, kalian itu menetapkan bea masuk itu dasarnya apa ya? Gue kan baru beli sepatu harganya Rp 10,3 juta, shipping Rp 1,2 juta, total Rp 11,5 juta. Dan kalian tahu bea masuknya berapa? Rp 31.800.000. Itu perhitungan dari mana?,” tanya pria dalam video tersebut.
Melalui unggahan di akun X atau Twitter resminya, Bea Cukai menyebut jika bea masuk tersebut besar karena nilai CIF atas impor yang disampaikan oleh jasa kirim, dalam hal ini DHL tidak sesuai sehingga dikenakan denda.
CIF yang awalnya dilaporkan hanya US$ 35,37 atau Rp 562.736, setelah dilakukan pemeriksaan atas barang tersebut ternyata US$ 553,61 atau Rp 8.807.935. Atas ketidaksesuaian tersebut, maka importir dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2023 Pasal 28 bagian kelima, Pasal 28 ayat 3.
Melalui PMK itu, ditetapkan denda melalui Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2008 Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda di Bidang Kepabeanan.
Dalam Pasal 6 PP 39/2019 tersebut, sanksi denda yang dikenakan mulai dari 100% hingga 1.000% dari total kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar yang terkena denda. Rincian bea masuk dan pajak impor atas produk sepatu tersebut adalah bea masuk 30% Rp 2.643.000, PPN 11% Rp 1.259.544, dan PPh impor 20% Rp 2.290.000, dan Sanksi Administrasi Rp 24.736.000. Sehingga total tagihannya adalah Rp 30.928.544.
Sementara itu, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani mengatakan, persoalan itu tengah diselesaikan. Pihaknya telah memfasilitasi pemilik barang kepada perusahaan jasa titipan (PJT).
“Case sepatu kemarin itu setelah kita fasilitasi dengan PJT, sudah kita bantu, kita selesaikan,” kata Askolani dalam konferensi pers APBN KiTA di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (26/4/2024)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menambahkan, berbagai perbaikan pelayanan telah dilakukan. Dia mengatakan, diskresi yang dilakukan Bea Cukai tidak banyak, tapi kalau ada peraturan harus dilakukan.
“Tadi disampaikan Pak Asko berbagai langkah perbaikan kita untuk pelayanan. Diskresi dari teman-teman Bea Cukai nggak cukup banyak karena kalau ada peraturan memang harus dilakukan. Ini yang menyebabkan kadang-kadang, terutama di era media sosial yang terkena pertama adalah teman-teman Bea Cukai,” katanya.
2. Alat Belajar Siswa SLB dari Hibah dari Korea Ditagih Ratusan Juta
Kepala Kantor Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta (Soetta) Gatot S Wibowo merespons soal viral alat belajar untuk Sekolah Luar Biasa (SLB)-A Pembina Tingkat Nasional, Jakarta yang ditahan oleh kantornya. Kabar ini viral di X (dulu Twitter), yang mana penerima barang ditagih senilai ratusan juta rupiah untuk alat hibah pemberian perusahaan Korea Selatan, OHFA Tech.
Gatot menjelaskan, pihaknya berkoordinasi dengan pihak SLB dan dinas terkait agar barang tersebut memenuhi persyaratan fasilitas pembebasan bea masuk dan pajak. Ia mengklaim pihak SLB tidak melaporkan alat bantu belajar untuk tunanetra itu sebagai barang hibah.
“Kami masih koordinasikan dengan pihak SLB dan dinas terkait untuk memenuhi persyaratan mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impornya atas hibah tersebut. Karena sebelumnya dari pihak penerima tidak menyampaikan bahwa barang tersebut hibah,” kata Gatot, Sabtu (27/4/2024).
Tapi Gatot menyebut jika persyaratan dokumen terpenuhi dan alat tersebut terbukti hasil hibah maka tagihan senilai ratusan juta rupiah akan dihapuskan. Ia pun berharap kasus ini segera terselesaikan.
“(Tanpa biaya) iya, jika persyaratan dokumen untuk mendapatkan fasilitas pembebasan atas barang hibah sudah terpenuhi ya. Ini terus kami koordinasikan dan secepatnya bisa selesai ya,” tuturnya.
Namun, Rizal, guru di SLB-A Pembina Tingkat Nasional sekaligus pemilik akun X (dulu Twitter) @ijalzaid, pihak yang pertama mengungkap kasus ini menyebut sudah melengkapi dokumen pernyataan barang hibah dari pihak sekolah. Pernyataan itu juga disampaikan oleh OHFA Tech.
“Waktu itu kami juga sudah lengkapi dokumen pernyataan barang hibah dari pihak sekolah dan dari pihak OHFA Tech,” kata Rizal.
Ia menyebut pihak Bea Cukai sempat meminta melakukan redress atau perbaikan data namun ditolak. Pihak SLB juga sudah bersurat ke Direktorat Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus (PMPK) Kemendikbud, namun koordinasi tidak berjalan lancar.
“Ini kami diminta redress dulu untuk ditujukannya bukan ke SLB, tapi ke PIC SLB setelah itu redress ditolak. Baru kami kebingungan, lalu bersurat ke Kemendikbud ke Direktorat PMPK. Setelah itu koordinasi-koordinasi kurang berjalan lancar, karena kebingungan aturan,” ungkapnya.
Sebagai informasi, kasus ini terjadi sejak 2022 dan belum selesai hingga sekarang. Netizen pengunggah kasus menyayangkan kejadian ini mengingat kegunaan alat bantu tersebut menjadi tidak termanfaatkan.
“SLB (Sekolah Luar Biasa) saya juga mendapat bantuan alat belajar untuk tunanetra dari perusahaan Korea. Eh pas mau diambil di Bea Cukai Soetta suruh bayar ratusan juta. Mana denda gudang per hari. Dari tahun 2022 jadi nggak bisa keambil. Ngendep di sana buat apa nggak manfaat juga,” curhatnya di X, Sabtu (27/4/2024).
3. Mainan buat Review untuk Influencer Tertahan Bea Cukai
Seorang influencer yang kerap membagikan review mainan, Medy Renaldy, protes karena produk mainan dari luar negeri yang merupakan hadiah tertahan Bea Cukai. Keluhan itu juga disampaikan dalam sebuah unggahan video di akun TikTok miliknya (medyrenaldy_).
Menanggapi itu, Kepala Kantor Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta (Soetta) Gatot Sugeng Wibowo mengatakan mainan tersebut sudah diterima yang bersangkutan. Ia menyebut barang itu sudah diterima Medy pada Jumat (26/4) kemarin.
“Untuk importasi barang tersebut (mainan hadiah dari luar negeri) sudah selesai dan sudah diterima yang bersangkutan,” kata Gatot, Sabtu (27/4/2024).
Gatot menjelaskan setiap barang impor yang masuk baik karena transaksi jual beli ataupun hadiah akan tetap dikenakan biaya bea masuk sesuai harga barang. Namun karena mainan yang diberikan belum dirilis, sehingga belum ada harga pasti.
Sebelumnya dalam unggahan tersebut dia bercerita banyak netizen yang men-tag dirinya di media sosial yang menanyakan review mainan robot Megatron yang bisa auto-transform. Menanggapi pertanyaan netizen, Medy bercerita bagaimana seharusnya ia tidak bisa melakukan review mainan karena produk tersebut tertahan di Bea Cukai.
“Sebenarnya, dari tanggal 15 April (2024) si Megatron ini sudah dikirimkan oleh Robosen, dan harusnya per tanggal 25 kemarin, saya udah upload videonya, berbarengan dengan content creator di seluruh dunia yang bekerja sama dengan pihak Robosen,” jelas Medy dalam unggahannya sembari menunjukan screenshot pelacakan pengiriman, dikutip Sabtu (17/4/2024).
Namun barang pemberian Robosen untuk di-review Mady ini malah tertahan di Bea Cukai. Disebutkan mainan ini tertahan karena tetap harus membayar bea masuk meski produk itu merupakan pemberian (bukan beli impor). Dalam kesempatan itu dirinya juga membagikan tangkapan layar laporan proses yang sudah dilakukannya di bea cukai.
Namun yang sulit diterima Medy adalah bagaimana bea cukai menaksir harga mainan tersebut seharga US$ 1.699. Padahal harga Megatron dari Robosen ini hanya US$ 899. Artinya harga asli mainan tersebut kurang dari setengah yang ditetapkan oleh Bea Cukai.