MAKASSAR – Warga dari lima desa, tergabung dalam Koalisi Rakyat Tolak Tambang Sungai Saddang, menyuarakan penolakan mereka terhadap tambang pasir di depan Kantor Bupati dan DPRD Pinrang pada 14 Desember 2023.
Desa Bababinanga, Salipolo, Padang Palie, Kaliang, dan Paria bersatu dalam tuntutan agar pemerintah daerah mencabut izin tambang pasir di hilir Sungai Saddang.
Aksi ini dipicu oleh kekhawatiran akan ancaman bencana ekologis di sekitar desa mereka yang berada di hilir Sungai Saddang. Jarak pemukiman warga dengan sungai menjadi alasan utama penolakan terhadap keberadaan tambang.
Sungai Saddang bukan hanya sumber penghidupan bagi masyarakat, tetapi juga jalur transportasi antar kampung dan ranah spiritual yang diakui melalui budaya tutur dan cerita rakyat.
Zakir, seorang perwakilan warga, mengingatkan akan risiko banjir yang pernah mengancam pada tahun 2009, bahkan sebelum adanya tambang. Penambangan di daerah ini dianggap dapat mengakibatkan kehilangan kampung mereka dalam waktu singkat.
“Wilayah desa kami sudah sering mengalami banjir, terakhir banjir terparah pada tahun 2009, akibat banjir tersebut sekitar 215 rumah dipindahkan dari kampung, itu belum ditambang, apa lagi jika sungai ini di tambang, saya yakin dalam waktu kurang dari dua tahun kampung kami akan hilang dan tenggelam maka, kami dengan tegas dan keras tidak menginginkan ada aktivitas pertambangan pasir di sungai saddang,” ucap Zakir seorang perwakilan warga pada saat pertemuan di Aula Kantor Bupati Pinrang.
“Saya yakin dalam waktu kurang dari dua tahun kampung kami akan hilang dan tenggelam,” sambungnya kemudian.
Di wilayah hilir Sungai Saddang, tercatat 10 lokasi izin tambang, namun warga tidak pernah diberitahu mengenai keberadaan tambang di desa mereka.Pandi, pendamping warga, menegaskan bahwa masyarakat tidak terlibat dalam keputusan ini.
“Sama sekali tidak melibatkan partisipasi masyarakat yang akan terdampak akibat adanya tambang pasir ini,” tuturnya.
Mengutip lbhmakassar.org “Aksi penolakan warga terhadap tambang pasir, tidak boleh dikriminalisasi dan sudah jelas hak-hak warga telah dilindungi dalam Undang-undang. Penetapan wilayah konsesi pertambangan di Sungai Saddang, sama sekali tidak melibatkan partisipasi warga yang bermukim di sekitar wilayah konsesi. Tidak hanya itu, Pemerintah pun tidak melakukan kajian terkait dampak kerusakan lingkungan kedepannya apabila tambang pasir di paksakan beroperasi. Alih-alih melakukan perlindungan dan pemulihan terhadap DAS Saddang, Pemerintah malah memperparah ancaman kerusakan lingkungan dan berpotensi menghilangkan hak-hak warga dalam hal ekonomi, sosial dan budaya.” tegas Melisa Ervina dari LBH Makassar.
Aksi ini merupakan bagian dari perjuangan nilai yang dimiliki serta tumbuh di masyarakat terhadap penyelamatan Sungai Saddang. Hal ini juga berarti upaya penyelamatan kehidupan bersama. Dengan mencita-citakan kedaulatan dan kemerdekaan atas ruang hidup yang adil dan berkelanjutan sebagai perlindungan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia.
Melalui aksi ini, kami Koalisi Rakyat Tolak Tambang Pasir Sungai Saddang menuntut dan mendesak:
- Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) 13 Perusahaan di DAS Saddang;
- Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menghormati dan mendengarkan penolakan yang dilakukan oleh Warga Desa Bababinanga dan menghentikan proses izin penambangan pasir di Sungai Saddang;
- Hentikan Upaya Kriminalisasi warga yang menolak tambang pasir Sungai Saddang;
- Melakukan pemulihan dan perlindungan atas lingkungan hidup yang adil serta berkelanjutan dan menolak segala bentuk kepentingan bisnis oleh pengusaha.
- Laksanakan pembangunan dan pengelolaan sumber sumber agraria dengan prinsip partisipatif bermakna bukan partisipasi manipulatif.