MAKASSAR, Wartakita.id – Tahun pertama pasca-pelantikan adalah masa paling krusial bagi setiap kepala daerah, tak terkecuali bagi Gubernur Sulawesi Selatan yang baru. Publik Sulsel, yang dikenal kritis dan vokal, tidak memberikan waktu “bulan madu” yang panjang.
Sepanjang 2025, rapor kepemimpinan di Jalan Urip Sumoharjo ini menunjukkan warna campuran. Di sektor Reformasi Birokrasi, Gubernur mendapat nilai positif. Langkah tegasnya mendigitalkan sistem lelang jabatan dan memangkas anggaran perjalanan dinas fiktif di bulan Maret 2025 berhasil menghemat APBD hingga Rp 200 miliar. Ini adalah angin segar di tengah stigma birokrasi Sulsel yang kaku.
Namun, kritik keras datang dari sektor Pelayanan Dasar. Masalah klasik seperti kelangkaan pupuk di sentra beras (Sidrap dan Bone) serta penanganan banjir di Makassar dan sekitarnya (Maros-Gowa) dinilai masih reaktif, belum preventif.
Masyarakat menuntut realisasi janji “Kanal Banjir Terpadu” yang didengungkan saat kampanye. Hingga akhir 2025, proyek ini masih berkutat pada pembebasan lahan yang alot.
Politik anggaran di DPRD Sulsel juga menjadi tantangan, di mana tarik-menarik kepentingan antara koalisi pendukung dan oposisi sempat menghambat pencairan dana bencana. Tahun 2026 akan menjadi ujian sesungguhnya: apakah sang Gubernur mampu menjadi eksekutor, atau hanya orator?























