Yogyakarta – Bayangkan ada seorang pemuda dari Yogyakarta yang tak hanya bermimpi besar, tapi juga mewujudkannya lewat kerja keras dan kepintaran. Fahrul Nurkolis, peneliti muda dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, kini jadi sorotan berkat terobosannya di bidang kesehatan.
Di usia yang terbilang muda, dia berhasil mematenkan senyawa bioaktif dari tanaman Echinacea purpurea, anggur laut, dan bawang dayak. Tujuannya? Menemukan solusi alami untuk melawan dua penyakit mematikan: kanker dan diabetes.
Fahrul bukan peneliti biasa. Dengan lebih dari 105 publikasi di jurnal internasional bereputasi, dia membuktikan bahwa anak muda Indonesia bisa bersinar di panggung global. Salah satu karya terbesarnya adalah peptida bernama Pudjialanine rudyline, yang diekstrak dari anggur laut. Senyawa ini resmi mendapatkan Perlindungan Paten Sederhana dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual pada 21 November 2024, dengan masa perlindungan 10 tahun. Hebatnya lagi, inovasi ini dirancang untuk membantu pengobatan diabetes—penyakit yang masih jadi momok besar di Indonesia.
Bicara soal penelitiannya, Fahrul tak main-main. Dia menggabungkan pendekatan bioinformatika dengan uji laboratorium untuk mengidentifikasi senyawa aktif dari tanaman lokal. Echinacea purpurea, yang dikenal sebagai tanaman herbal dunia, dipadukan dengan kekayaan Nusantara seperti anggur laut dari Sulawesi Utara dan bawang dayak dari Kalimantan.
Hasilnya? Senyawa bioaktif yang punya potensi besar sebagai antikanker dan antidiabetes, dengan efek samping yang jauh lebih minim dibanding obat kimia.
“Saya ingin penelitian ini jadi jawaban nyata buat masalah kesehatan masyarakat,” ujar Fahrul dalam wawancara terbaru, seperti dilansir Liputan6 pada 2 Maret 2025. Baginya, ilmu tak boleh berhenti di meja laboratorium. Dia bermimpi melihat temuannya ini diproduksi massal, sampai ke tangan pasien yang membutuhkan. Tapi, Fahrul sadar, perjalanan masih panjang. “Butuh dukungan industri dan pemerintah supaya Indonesia tak cuma jadi pengekspor bahan mentah, tapi juga pencipta obat berkelas dunia,” tambahnya.
Prestasi Fahrul bukan cuma soal paten. Di usia 25 tahun, dia sudah jadi presenter termuda di berbagai konferensi internasional, seperti International Congress of Nutrition di Tokyo pada 2022. Dari sana, dia membawa pulang inspirasi dan semangat untuk terus menggali potensi tanaman Indonesia. Tak heran, Ikatan Dokter Indonesia memberinya Medical Innovation Research in Health Award pada awal Maret 2025 atas dedikasinya.
Kisah Fahrul Nurkolis adalah bukti bahwa inovasi kesehatan bisa lahir dari tangan anak muda. Dengan semangat dan keuletannya, dia tak hanya mengharumkan nama Indonesia, tapi juga membuka jalan bagi masa depan pengobatan berbasis alam. Siapa tahu, obat kanker atau diabetes yang kita pakai besok, berasal dari ide briliannya hari ini.