Tahun 2025 mengonfirmasi tesis lama: ketika parlemen diam, jalanan (dan timeline) akan berbicara. Dengan terbentuknya “Super Koalisi” pemerintah yang menguasai lebih dari 80% kursi di DPR, peran oposisi formal praktis mati suri.
Namun, kekosongan ini diisi dengan beringas oleh “Oposisi Digital”. Sepanjang 2025, setidaknya ada tiga kali kebijakan pemerintah dibatalkan atau direvisi akibat tekanan viral di media sosial. Mulai dari rencana kenaikan UKT yang tidak masuk akal hingga revisi aturan tenaga kerja yang merugikan kurir online.
Gerakan sipil tidak lagi membutuhkan tokoh sentral. Ia cair, berbasis tagar, dan bergerak real-time. Fenomena ini memaksa pemerintah membentuk tim komunikasi krisis yang bekerja 24 jam.
Tahun 2025 mengajarkan para elit politik: Anda bisa menguasai kursi parlemen, tapi Anda tidak bisa menguasai jempol rakyat.
Demokrasi Indonesia di tahun 2025 bertahan hidup bukan karena kebaikan hati penguasa, tapi karena keberisikan rakyatnya di dunia maya.























