Mantan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Ifdhal Kasim menanggapi perubahan istilah kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua menjadi Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang dilakukan TNI.
Dia menilai, perubahan istilah itu akan membuat eskalasi kekerasan meningkat. Dia mencontohkan kasus pembunuhan Danramil 1703-04/Aradide Letda Inf Oktovianus Sogalrey yang dilakukan OPM pada Kamis, 11 April 2024.
Menurut Ifdhal, Dengan perubahan istilah itu, TNI tidak lagi menyamarkan kelompok ini dengan sebutan KKB yang dianggap pengacau ketertiban dan menjadi domain Polri.
Ifdhal menyebut, penggunaan nama OPM membawa konsekuensi pada pengakuan TNI terhadap eksistensi OPM sebagai entitas politik yang ingin mendirikan negara sendiri. Karena itu, terminologi yang dipakai TNI akan mempengaruhi pendekatan penyelesaian konflik yang ada di Papua.
“Pendekatan militer mungkin akan lebih dikedepankan ketimbang pendekatan law and order, di mana Polri yang di depan,” kata Ifdhal.
Menurut dia, sebenarnya upaya yang diperlukan untuk mengatasi konflik di Papua adalah assessment atau penilaian yang jujur terhadap pendekatan yang sedang digunakan. Dia menilai, hasil penilaian ini yang seharusnya menjadi dasar dari kebijakan pemerintah untuk memutuskan pendekatan apa yang perlu dilakukan untuk menangani konflik di Papua. “Jangan terkesan sporadis,” kata dia.
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto sebelumnya membenarkan lembaganya kembali menggunakan nama Organisasi Papua Merdeka atau OPM untuk kelompok bersenjata di Papua.
“Jadi dari mereka sendiri menamakan diri TPNPB (Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat) bersama dengan OPM,” kata Jenderal Agus Subiyanto di Wisma A. Yani, Menteng, Jakarta, Rabu, 10 April 2024.
Agus menuding OPM telah melakukan aksi teror, pembunuhan, bahkan pemerkosaan. Aksi itu dilakukan terhadap guru, tenaga kesehatan, juga masyarakat dan personel TNI/Polri.
“Mereka kombatan yang membawa senjata. Saya akan tindak tegas untuk apa yang dilakukan oleh OPM,” ucapnya. “Tidak ada negara dalam suatu negara.”
Menurut Agus, penanganan di Papua berbeda dengan wilayah lain. TNI pun punya metode khusus untuk penyelesaian masalah. “Senjata ya lawannya senjata,” kata dia.