Mantan Wakapolri Komjen (Purn) Oegroseno mengkritik dugaan penyimpangan dalam penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam sejumlah kasus hukum yang tengah menjadi sorotan publik. Dua kasus yang ia singgung adalah yang menjerat mantan Menteri Perdagangan Thomas Lembong dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Menurut Oegroseno, prosedur hukum yang digunakan dalam kasus-kasus tersebut tidak sepenuhnya sesuai dengan aturan yang berlaku. Ia mempertanyakan dasar hukum penahanan Thomas Lembong yang dikaitkan dengan dugaan korupsi. Baginya, unsur-unsur pasal yang dituduhkan, khususnya terkait dengan kerugian negara, tidak terpenuhi.
“Di mana letak unsur pasal yang dilanggar oleh Tom Lembong? Kan, enggak ada,” ujarnya.
Selain itu, ia juga menyoroti kasus yang menyeret Hasto Kristiyanto dalam dugaan obstruction of justice terkait buronan Harun Masiku. Oegroseno menilai tuduhan suap dan upaya menghalangi penyidikan tidak memiliki landasan hukum yang kuat. Ia mempertanyakan bagaimana pembuktian dilakukan, terutama tanpa adanya operasi tangkap tangan (OTT).
“KPK harusnya menangkap Harun Masiku dulu, baru bisa ada kasus suap. Kalau enggak ada OTT, bagaimana cara membuktikannya?” tegasnya.
Tak hanya itu, mantan Kabaharkam Polri ini juga mengkritik metode penyitaan barang bukti yang dianggap tidak sesuai prosedur. Ia menyoroti penyitaan tas milik Hasto yang dibawa ajudannya dan kemudian disita oleh penyidik. Menurutnya, tindakan ini lebih menyerupai perampasan daripada proses hukum yang sah.
Dalam konteks yang lebih luas, Oegroseno mengungkapkan keprihatinannya terhadap penyalahgunaan wewenang oleh aparat hukum. Ia menyebut ada beberapa kasus di mana pihak yang dipanggil untuk klarifikasi justru dimintai sejumlah uang agar bisa kembali dengan bebas. Hal ini, menurutnya, menunjukkan bahwa praktik hukum yang seharusnya berlandaskan KUHAP justru kerap diabaikan.
“Kalau sudah seperti ini, buat apa ada KUHAP? Kalau mau dilanggar terus, ya kembali saja ke HIR (Hukum Acara Pidana lama),” cetusnya.
Oegroseno menekankan pentingnya supremasi hukum yang berlandaskan aturan yang jelas, bukan kepentingan politik atau kekuasaan. Ia berharap reformasi hukum dapat berjalan dengan baik tanpa adanya intervensi atau penyimpangan dalam penerapannya.