WARTAKITA.ID, Jakarta – Utang Luar Negeri Indonesia pada akhir Juli 2021 tercatat sebesar USD 415,7 miliar atau sekitar Rp 5.944 triliun (kurs Rp 14.300 per dolar AS). Utang ini tumbuh 1,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu atau year on year (yoy).
Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah per akhir Juli sebesar Rp 6.570,17 triliun dengan rasio lebih dari 40% atau 40,51% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Jika dilihat, utang ini meningkat tajam yakni Rp 1.135,31 triliun dibandingkan posisi akhir Juli 2020 yang sebesar Rp 5.434,86 triliun. Rasio utang tahun lalu di periode yang sama juga hanya 33,63% terhadap PDB.
Adapun ULN pemerintah di Juli 2021 mencapai USD 205,9 miliar atau tumbuh 3,5 persen (yoy). Pertumbuhan ini melambat dibandingkan dengan pertumbuhan Juni 2021 sebesar 4,3 persen (yoy).
Sementara itu, ULN swasta pada Juli 2021 tercatat sebesar USD 207,0 miliar, menurun dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya sebesar USD 207,8 miliar. Meski demikian, pertumbuhan ULN swasta ini mengalami kenaikan, dari minus 0,2 persen (yoy) di Juni 2021 menjadi 0,1 persen (yoy) di Juli 2021.
Dari Statistik Utang Luar Negeri Indonesia yang diunggah Bank Indonesia, berikut daftar negara-negara yang paling banyak memberi utang ke Indonesia:
1. Singapura USD 64,18 miliar
2. Amerika Serikat USD 30,28 miliar
3. Jepang USD 27,21 miliar
4. China USD 21,12 miliar
5. Hong Kong USD 15,25 miliar
6. Korea Selatan USD 6,36 miliar
8. Belanda USD 5,6 miliar
9. Prancis USD 3,95 miliar
10. Inggris USD 3,87 miliar
Pemerintah menjamin, jumlah utang RI masih di batas aman, jumlah utang Indonesia separuh lebih dari total nilai aset yang dimiliki negara. Pelaksana Direktorat Barang Milik Negara Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Mundhi Saptono, menyatakan bahwa aset negara Indonesia masih aman jika dibandingkan dengan kewajiban.
Mundhi merinci, total aset negara menurut Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2020 adalah sebesar Rp 11.098,67 triliun. Meningkat dari tahun sebelumnya, Rp 10.460,5 triliun.
“Bahkan dari 2016 kita mengalami kenaikan jumlah aset yang luar biasa arena adanya revaluasi atau penilaian kembali atas Barang Milik Negara (BMN),” kata Mudhi dilansir dari Antara, Sabtu (18/9/2021).
Ia mengatakan, aset negara tersebut terdiri dari tanah, banguan, peralatan dan mesin, jalan, irigasi serta jaringan.
Aset lainnya juga berupa runway bandara, terminal bus, dan terminal di pelabuhan.
Sementara utang negara berdasarkan laporan yang sama adalah sebesar Rp 6.626,4 triliun.
Utang itu didominasi kewajiban jangka panjang. Meskipun meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 5.740,2 triliun, nilai kewajiban negara Indonesia masih aman karena lebih rendah dibandingkan aset negara.
“Aset atau BMN kita masih sangat aman dibandingkan kewajiban kita. Jadi kalau kita melihat kewajiban kita seperti utang, kita juga harus melihat aset kita,” imbuhnya.
Mundhi mengatakan, aset Indonesia lebih besar dibanding sejumlah negara lain seperti Singapura.
Sementara itu, berdasarkan LKPP Pemerintah Pusat 2020 yang telah diaudit, ada enam kementerian dan lembaga yang memiliki nilai aset paling besar.
Mereka antara lain Kementerian dan lembaga tersebut yakni Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Pertahanan, Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kepolisian Negara RI.
“KemenPUPR itu memiliki aset yang beragam senilai Rp 2.217,88 triliun, mulai dari irigasi, bendungan, jalan nasional, dan jalan tol. Itu aset mereka,” kata Mundhi.
Kemenhan memiliki aset senilai Rp 1.923,40 triliun yang berupa alutsista dan tanah yang tersebar di berbagai markas TNI.
Sementara itu, Kemensesneg memiliki aset senilai Rp 640,27 triliun yang kemudian ditambah Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
“Kemudian Kemenhub memiliki aset senilai Rp 613,42 triliun, mulai dari bandara, pelabuhan, terminal, dan macam-macam, termasuk balai diklat dan kampus-kampus perhubungan di seluruh Indonesia,” imbuhnya.
Kemendikbud memiliki aset Rp 451,82 triliun dengan kampus dan universitas yang dikelola mereka. Sementara itu, Polri memiliki aset dengan nilai Rp 408,40 triliun.
Mundhi mengatakan, BMN memiliki kontribusi yang beragam untuk negara, antara lain sebagai sumber pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Untuk ini, BMN digunakan untuk memenuhi persyaratan underlying saat pemerintah menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN).
Kemudian pemerintah juga menggunakan BMN untuk mendorong perekonomian negara, misalnya dengan pembangunan jalan tol yang membuat distribusi barang di Indonesia lebih cepat dan lebih berdaya saing dibandingkan negara lain.
Selanjutnya, dengan memanfaatkan BMN, pemerintah juga mengoptimalkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) misalnya dengan menyewakan suatu BMN.
“Dengan BMN pemerintah juga dapat menghemat anggaran yang dikeluarkan, misalnya saat Covid-19 pemerintah menggunakan BMN seperti Wisma Atlet sebagai tempat isolasi. Ini jadi menghemat anggaran daripada harus membangun gedung baru,” ucapnya.
Penjelasan pemerintah memang bisa memberi rasa aman, setidaknya negara masih punya aset rakyat yang bernilai 200% dari utang RI atau setengah dari jumlah utang, tetapi masih ada satu pertanyaan penting, siapa yang akan menikmati (memanfaatkan) utang tersebut, apakah kembali ke rakyat yang asetnya dikelola negara dan menjadi jaminan, atau koruptor dan oligarki?