Wartakita MASAMBA – Mega proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Seko, di Kecamatan Seko, Kabupaten Luwu Utara bakal menjadi bencana besar bagi ribuan warga di daerah tersebut. Warga sejak dua tahun terakhir ini telah berjuang menolak rencana pembangunan PLTA Seko namun pemerintah daerah bersama Pihak PLTA tetap ngotot untuk membangun.
Warga menolak dengan alasan daerah tersebut merupakan tanah adat atau hak ulayat, yang telah diwariskan nenek moyang mereka sejak ratusan tahun silam. Di lain sisi, jajaran pemerintah daerah yang dikepalai Indah Putri Indriani-Thahar Rum itu dan khususnya PT Seko Power Prima tetap ngotot dan bahkan sudah mulai melakukan pengerjaan terhadap pembangkit yang bakal menghasilkan 480 MW daya listrik tersebut.
Warga Seko Daniel dan Andri, kepada wartawan wartakita.id , Kamis sore, mengatakan bahwa penolakan warga atas mega proyek itu disebabkan bakal menenggelamkan sedikitnya enam desa yang masuk kawasan pembangunan DAM PLTA. Sementara dua desa lainnya akan dijadikan jalur pembangunan pipa air raksasa pembangkit listrik proyek tersebut.
“Kami warga tetap menolak karena hingga saat ini belum ada solusi dari pemerintah dan perusahaan. Sementara itu, secara otomatis kami akan digusur dari tanah kelahiran yang sudah menjadi tempat menggangtungkan hidup selama ini,” tutur Andri.
Dengan didampingi Pengurus Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tana Luwu, keduanya juga menjelaskan bahwa mereka sempat dilakukan penahanan oleh jajaran Polres Luwu Utara karena tetap menolak proyek APBN tersebut.
“Kami juga kaget. Langsung dijemput empat polisi dan tiga tentara. Kami diinterogasi 1×24 jam di Polres Luwu Utara,” jelasnya.
Harusnya, pemerintah dan aparat keamanan tetap mendengar keluhan warga. Tidak memaksakan pembangunan proyek tersebut.
“Pak wakil bupati yang sempat hadir di kampung kami sebenarnya sudah memberikan lampu hijau untuk membicarakan ulang masalah ini. Tapi, kenapa tiba-tiba saya dan Andri langsung ditangkap,” kata Daniel.
Hak Masyarakat Adat Seko secara tegas diatur dalam PERDA No.12 tahun 2004 tentang Perlindungan Masyarakat Adat di Luwu Utara, diperkuat lagi dengan SK Bupati no. 300 tahun 2004 tentang Pengakuan Keberadaan Masyarakat Adat Seko. Pada pasal 10 (a) SK Bupati Luwu Utara No. 300 tahun 2004 dengan tegas menyebutkan “Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 (sembilan) di atas diwujudkan dengan cara : Setiap pemberian izin pemanfaatan sumber daya alam di wilayah masyarakat adat Seko harus sepengetahuan masyarakat adat Seko.” (Amir)