Polemik Pagar Laut di Tangerang: Antara Jalur Nelayan dan Barang Bukti
Di pesisir Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, perhatian publik tengah tertuju pada pagar laut misterius yang menjadi sorotan nasional. Sabtu (18/1), Pangkalan Utama TNI AL (Lantamal) III Jakarta bersama warga sekitar mulai membongkar pagar bambu yang menghalangi perairan tersebut. Momen ini memperlihatkan semangat kolaborasi antara aparat dan masyarakat dalam mengatasi masalah lingkungan.
Antusiasme Warga Membantu TNI-AL Membersihkan Laut
Pembongkaran pagar laut itu melibatkan aksi kolektif warga. Tidak sedikit yang harus berenang ke tengah laut untuk mencabut bambu-bambu yang tertancap kuat di dasar perairan. Di tepi pantai, sorak-sorai ibu-ibu dan anak-anak menyemangati para sukarelawan. Laut bagi mereka bukan sekadar tempat mencari nafkah, tetapi juga sumber kehidupan yang harus dijaga.
Namun, upaya ini tidak berlangsung tanpa hambatan. Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono meminta agar pembongkaran dihentikan sementara. Menurutnya, pagar-pagar tersebut merupakan barang bukti dalam penyelidikan lebih lanjut.
Menteri KP: “Pagar Laut Itu Barang Bukti”
Menteri Sakti Wahyu Trenggono menyatakan bahwa pencabutan pagar laut harus dilakukan dengan pertimbangan hukum. “Menurut kami, barang bukti yang dalam penyelidikan ya jangan dibongkar. Kalau dibiarkan, pagar yang belum tercabut bisa terbawa arus dan menimbulkan dampak lebih jauh,” ujarnya di Bali, Minggu (19/1).
Wahyu juga memastikan bahwa pemasangan pagar laut tersebut dilakukan secara ilegal karena tidak memiliki izin tata ruang laut. Hingga kini, pihaknya belum mengetahui siapa yang memasang pagar tersebut dan apa tujuan pemasangannya. “Kita sedang dalam penyelidikan. Tidak bisa menuduh sembarangan,” tambahnya.
Menteri LH: “Tidak Masalah Dicabut, Amdal dan Bukti Forensik Tetap Bisa Dilakukan”
Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menegaskan bahwa pencabutan pagar laut tidak menjadi masalah asalkan dampak lingkungannya dapat dianalisis dengan cermat. “Kebakaran hutan saja bisa kita forensik setahun kemudian. Jadi, analisis dampak lingkungan (Amdal) dari pemasangan pagar ini juga bisa dilakukan,” ungkap Hanif saat ditemui di Kabupaten Badung, Bali.
Hanif menambahkan, pihaknya telah mengumpulkan sampel dari lokasi untuk mempelajari dampak yang ditimbulkan. Kementerian Lingkungan Hidup juga berencana melibatkan para ahli untuk memastikan langkah-langkah mitigasi yang tepat.
Panglima TNI: Jalur Nelayan Harus Dibuka
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menjelaskan bahwa pembongkaran pagar laut dilakukan untuk mempermudah akses para nelayan. “Yang dibongkar adalah jalur keluar masuk nelayan, supaya mereka bisa mencari ikan di laut,” kata Agus.
Ia memastikan bahwa proses pembongkaran akan dilakukan secara menyeluruh dengan melibatkan berbagai instansi terkait. “Ini bukan hanya tugas TNI, tetapi juga melibatkan kementerian lain,” tegasnya.
Apa Selanjutnya?
Polemik pagar laut di pesisir Tanjung Pasir ini menjadi pengingat pentingnya koordinasi lintas instansi dalam menangani isu-isu lingkungan dan sosial. Di satu sisi, upaya menjaga lingkungan laut dari ancaman pemasangan ilegal harus dilakukan. Namun, di sisi lain, kepentingan nelayan sebagai penggerak ekonomi lokal juga tidak boleh diabaikan.
Semoga langkah-langkah kolaboratif ini dapat menjadi solusi terbaik, baik bagi masyarakat pesisir maupun keberlanjutan ekosistem laut Indonesia.