LUWU TIMUR, Wartakita.id – Di tahun 2025, Kabupaten Luwu Timur mengukuhkan dirinya sebagai salah satu “lumbung baterai dunia”. Dengan beroperasinya dua smelter HPAL (High Pressure Acid Leaching) baru berteknologi canggih, kontribusi sektor pertambangan terhadap PDRB Sulsel melonjak tajam.
Secara statistik ekonomi, ini adalah mukjizat. Ribuan tenaga kerja terserap, kos-kosan penuh, katering laris manis. Sorowako dan Malili tidak pernah tidur.
Namun, jika kita menggeser lensa ke area pesisir dan perkebunan lada, ceritanya berubah kelabu. Laporan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulsel yang dirilis Oktober 2025 menyoroti sedimentasi parah di muara sungai Malili. Nelayan tangkap mengeluh hasil tangkapan ikan menurun hingga 40% dibandingkan tahun 2023.
Di sektor perkebunan, debu jalanan tambang menjadi musuh petani lada. Produktivitas “Lada Luwu” yang legendaris itu terancam. Tahun 2025 menjadi tahun di mana gesekan antara korporasi dan komunitas lokal makin runcing.
Pemerintah Provinsi Sulsel terjebak di tengah: butuh pajak tambang untuk membangun infrastruktur, tapi tak bisa menutup mata pada jeritan ekologi. Apakah kesejahteraan harus selalu dibayar dengan air keruh?























