Wartakita.id — Di tengah riuh rendah perdebatan harga BBM dan bayang-bayang transisi energi, sebuah bisikan dari Jonggol, Bogor, menjelma menjadi badai di media sosial. Namanya: Bobibos.
Sebuah akronim yang terdengar main-main “Bahan Bakar Original Buatan Indonesia, Bos!“, namun membawa klaim yang sangat serius. Inovasi ini disebut sebagai bahan bakar nabati (biofuel) murni dengan oktan setara Pertamax Turbo (RON 98), namun dibanderol dengan harga impian: hanya Rp4.000-an per liter.
Produk ini diklaim 100% terbuat dari limbah jerami padi, ramah lingkungan, dan tersedia untuk mesin bensin serta diesel.
Tentu saja, klaim semasif ini memicu dua reaksi ekstrem: antusiasme meluap dari publik yang mendambakan solusi energi murah, dan skeptisisme dingin dari para teknokrat dan regulator.
Apakah ini fajar baru kemandirian energi Indonesia, yang lahir dari tangan seorang ‘outsider’? Atau, apakah ini sekadar inovasi viral yang akan layu sebelum berkembang, terbentur tembok regulasi yang kaku?
Mari kita bedah narasi ini, lapisan demi lapisan.
1. Apa Sebenarnya Klaim Bobibos? (The Promise)
Bobibos bukanlah B35. Penting untuk membedakan ini. B30/B35 adalah solar fosil yang dicampur 30-35% bahan nabati (sawit). Bobibos, di sisi lain, diklaim sebagai biofuel murni 100% tanpa campuran bahan bakar fosil.
Bahan bakunya pun bukan dari tanaman pangan primer seperti jagung atau CPO, melainkan dari limbah selulosa—jerami padi—yang sejalan dengan konsep “sawah untuk pangan dan energi”.

Berikut adalah klaim revolusioner yang membuatnya viral:
- Oktan Setara Turbo: Hasil uji laboratorium awal (Lemigas) yang beredar menunjukkan angka RON 98,1. Ini menempatkannya di kelas yang sama dengan bahan bakar performa tinggi seperti Pertamax Turbo atau Shell V-Power.
- Harga “Mustahil”: Ini adalah inti sensasinya. Dengan target harga Rp4.000 – Rp4.300 per liter, harganya kurang dari sepertiga harga Pertamax.
- Ramah Lingkungan: Diklaim mampu menekan emisi CO2 hingga 70%. Uji coba informal menunjukkan asap minimal dan tidak berbau sangit khas BBM fosil.
- Dua Varian: Tim Bobibos langsung menyasar dua pasar:
- Bobibos Putih (Bensin): RON 98,1, telah diuji coba pada kendaraan dari Honda BeAT hingga Toyota Alphard.
- Bobibos Merah (Diesel): Setara solar nabati, diuji pada Nissan Navara.
2. Siapa Sang Protagonis? (The Outsider)
Yang membuat narasi ini semakin memikat adalah sang protagonis. Inovasi ini tidak lahir dari laboratorium megah BUMN atau perusahaan minyak multinasional. Ia lahir dari riset lebih dari 10 tahun yang dipimpin oleh Muhammad Ikhlas Thamrin.
Fakta paling menarik: Ikhlas adalah alumni Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) angkatan 2001.
Ia bukan seorang insinyur teknik kimia. Ini adalah arketipe klasik: outsider yang melihat apa yang tidak dilihat oleh insider. Ia mengaku terdorong oleh kegelisahan sosial saat demo menolak kenaikan harga BBM di era SBY, bukan kalkulasi teknis murni. Di bawah bendera PT Inti Sinergi Formula (PT Bobibos Energy), ia dan timnya kini mencoba membawa riset independen ini ke level industri.
3. Mengapa Sekarang? (The Motive)

Motivasi di balik Bobibos menyentuh tiga saraf utama kegelisahan nasional:
- Ekonomi: Menjawab frustrasi publik atas harga BBM yang terus merangkak naik dan ketergantungan kronis pada impor bahan bakar fosil.
- Lingkungan: Menawarkan narasi transisi energi hijau yang konkret, bukan sekadar wacana. Ia memanfaatkan limbah (jerami) menjadi berkah.
- Sosial: Memberi nilai tambah pada limbah pertanian, yang berpotensi memberdayakan petani.
Visi ini besar. Namun, realitas di lapangan—di dalam ruang mesin Anda—menuntut kehati-hatian. Antusiasme adalah satu hal, keamanan teknis jangka panjang adalah hal lain.
Sebuah Langkah Pragmatis di Tengah Euforia
Sambil kita menanti “revolusi” Bobibos ini teruji secara klinis oleh regulator, keraguan itu wajar. Hal paling pragmatis yang bisa dilakukan setiap pemilik kendaraan adalah melindungi aset mereka saat ini.
BBM berkualitas rendah atau yang tidak konsisten dapat meninggalkan kerak karbon di injektor dan ruang bakar, menurunkan efisiensi. Memastikan mesin Anda bekerja seoptimal mungkin adalah sebuah keharusan, terlepas dari bahan bakar apa yang Anda gunakan.
- Jaga Kebersihan Injektor dengan Injector Cleaner Terbaik 2025
- Tingkatkan Performa Bensin Anda dengan Octane Booster Terpercaya
4. Babak Krusial: Ujian 8 Bulan Melawan Trauma Birokrasi
Di sinilah narasi Bobibos memasuki babak paling krusial: pertempuran di atas kertas melawan realitas birokrasi.
Per 13 November 2025, status Bobibos sangat jelas: VIRAL, TAPI BELUM LEGAL.
Produk ini belum bisa dijual bebas di SPBU mana pun karena belum mengantongi sertifikasi resmi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Pemerintah pun merespons dengan hati-hati. Dirjen Migas ESDM, Laode Sulaeman, menegaskan bahwa hasil uji Lemigas (RON 98,1) yang viral itu adalah “laporan uji awal” di bawah secret agreement, bukan sertifikasi laik edar. Menteri Investasi Bahlil Lahadalia juga berjanji akan “mempelajari dulu” inovasi ini.
Inilah jalan panjang yang harus ditempuh Bobibos: serangkaian uji ketat ESDM yang diperkirakan memakan waktu minimal 8 bulan.
Mengapa begitu lama? Karena pertaruhannya sangat besar. ESDM harus memastikan beberapa hal fundamental:
- Keamanan Mesin Jangka Panjang: Apakah biofuel ini korosif? Apakah akan merusak seal karet, pompa bensin, atau injektor setelah penggunaan 10.000 KM?
- Konsistensi Kualitas: Bisakah pabrik Bobibos memproduksi RON 98,1 secara konsisten dalam skala massal, atau hasil lab itu hanya ‘golden sample’?
- Standar Baku Mutu (SNI): Apakah memenuhi standar kadar sulfur, stabilitas oksidasi, dan puluhan parameter teknis lainnya?
Publik Indonesia tidak naif; kita memiliki luka dan trauma kolektif terkait inovasi lokal.
Kita semua ingat tragedi naratif mobil listrik seperti Tucuxi atau Selo (Ricky Elson) di era 2015-an. Inovasi-inovasi brilian itu terganjal regulasi, salah paham uji emisi (untuk mobil listrik!), hingga akhirnya sang inovator frustrasi dan karyanya mati di ruang birokrasi.
Bayang-bayang inilah yang membuat viralitas Bobibos terasa berbeda. Ini bukan hanya soal produk, ini soal harapan agar sejarah kelam itu tidak terulang. Netizen kini menjadi pengawas publik, berharap ESDM dan Pertamina kali ini bisa memfasilitasi, bukan menghambat.
Pertanyaannya bukan lagi “Bisakah Ikhlas membuatnya?”, tapi “Akankah sistem mengizinkannya?”
Memegang Kendali di Tengah Ketidakpastian
Selama 8 bulan ke depan, kita adalah penonton. Ketidakpastian ini—apakah Bobibos aman, apakah BBM yang ada sekarang sudah optimal—membuat banyak pemilik kendaraan waspada.
Bagaimana Anda tahu jika bahan bakar baru (atau lama) memengaruhi performa mesin Anda secara real-time? Cara terbaik untuk memiliki kendali di tengah ketidakpastian adalah data.
- Dapatkan Adapter OBD2 Bluetooth Terbaik & Bluetooth OBD2 GPS Navigator Speedometer Digital Pantau Mesin via Smartphone
- Pastikan Udara Kabin Tetap Bersih dengan Filter AC Honda Jazz, Innova Reborn, CRV Gen 3 & Gen 4, Civic & Accord, Premium Ini
Kanvas Harapan di Meja Uji Regulasi
Bobibos telah menjadi lebih dari sekadar biofuel. Ia telah menjadi kanvas tempat publik melukiskan harapan mereka akan kemandirian energi dan frustrasi mereka terhadap sistem yang ada.

Antusiasme publik sangat bisa dipahami. Kehati-hatian pemerintah juga beralasan. Bahan bakar adalah produk teknis yang sangat ketat regulasinya karena menyangkut hajat hidup orang banyak dan keamanan triliunan rupiah aset kendaraan di Indonesia.
Kini, bola ada di tangan tim Bobibos untuk membuktikan konsistensi produk mereka secara saintifik, dan di tangan pemerintah untuk menjalankan proses sertifikasi yang adil, transparan, dan suportif.
Ini bukan lagi sekadar uji teknis Lemigas. Ini adalah referendum tentang bagaimana Indonesia memperlakukan para inovatornya. Apakah kita akan menyaksikan repetisi tragedi Tucuxi, atau kita sedang berada di ambang fajar baru kemandirian energi?
Hanya 8 bulan ke depan yang akan menjawab.
FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)
Q: Apakah Bobibos sudah bisa dibeli?
A: Belum. Saat ini (November 2025), Bobibos belum dijual bebas karena masih dalam proses pengajuan sertifikasi di ESDM.
Q: Berapa harga Bobibos?
A: Klaim dari penemu, harganya ditargetkan sekitar Rp4.000 hingga Rp4.300 per liter.
Q: Apakah aman untuk motor (Honda BeAT) atau mobil (Alphard)?
A: Secara klaim, sudah diuji coba di kendaraan tersebut. Namun, keamanan jangka panjang baru bisa dipastikan setelah lolos uji sertifikasi resmi dari ESDM.
Q: Apa bedanya Bobibos dengan Pertamina B30/B35?
A: B30/B35 adalah campuran 30-35% bahan nabati (dari sawit) dengan 65-70% solar fosil. Bobibos diklaim 100% bahan nabati murni (dari jerami) tanpa campuran fosil.

























