Ternyata, Jenderal Soedirman yang pernah mengangkat senjata melawan penjajahan Belanda, Jepang dan Sekutu, sosoknya dikagumi oleh sebagian masyarakat jepang.
Seorang pewarta warga dari Kompasiana, Habibi, bercerita ia memiliki seorang rekan kerja di perusahaan Chiba, Jepang, bernama Mr. Yamamoto yang sudah berusia 65 tahun ketika itu, yang amat mengagumi sosok Jenderal Soedirman.
“Mr. Yamamoto menyebutkan satu kata yang sering saya dengar, tapi kok ucapannya berbeda. ‘SUDIRUMAN’. Awalnya saya tidak kenal siapa yang dimaksud. Tetapi saya ingat bahwa yang dimaksud adalah Jenderal Soedirman karena di Jepang konsonan ‘R’ dibaca dengan ‘RU’,” kenang Habibi semasa tinggal dan bekerja di Jepang.
Mr. Yamamoto berapi-api setiap berkisah tentang kehebatan Jenderal Soedirman saat memimpin tentara Pembela Tanah Air (PETA) yang dibentuk oleh Jepang.
‘SUDIRUMAN’, seorang guru sekolah Muhammadiyah yang sama hebatnya ketika memegang kapur tulis di papan tulis depan murid-muridnya, dengan saat memanggul senjata bergerilya bersama prajurit-prajuritnya.
“Entah dari mana dia mendapatkan informasi itu semua,” tulis Habibi.
“Dan patung Jenderal Soedirman di kantor Kementerian Jepang yang berdiri kokoh agaknya menjadi bukti sahih betapa orang Jepang menyimpan kekaguman dan rasa hormat terhadap bangsa kita.” Tutup Habibi dalam tulisannya.
Setiap hari HUT Proklamasi Kemerdekaan, Kelompok Masyarakat Jepang Pecinta Indonesia kerap melakukan upacara peletakan karangan bunga di depan patung tersebut.
Pada 14 Januari 2011 silam, secara resmi Kementerian Pertahanan Jepang di Tokyo memutuskan untuk menempatkan patung Jenderal Soedirman yang merupakan hadiah dari Kementerian Pertahanan RI kepada Kementerian Pertahanan Jepang.
Patung yang terbuat dari perunggu dengan tinggi sekitar empat meter itu menjadi satu-satunya patung pahlawan asing yang dipajang di Jepang dan sangat dihormati oleh Jepang.
Kelompok Masyarakat Jepang Pecinta Indonesia kerap melakukan upacara peletakan karangan bunga di depan patung tersebut.
Meski sudah ada sejak tahun 2011, namun keberadaan sosok pahlawan asing yang disegani ini baru diketahui masyarakat sejak tahun 2015.
Tahun 2015 silam, Duta Besar RI untuk Jepang, mendapat undangan resmi untuk meletakkan karangan bunga di patung Jenderal Soedirman. Kala itu, ketua panitia pelaksana upacara, Fujii Gemki, menyebutkan bahwa Jenderal Soedirman merupakan figur penting.
Tidak hanya figur penting dalam sejarah Indonesia, melainkan sejarah Indonesia-Jepang. Terutama melalui tentara Pembela Tanah Air (PETA) yang dibentuk Jepang.
Kisah Soedirman Saat di PETA
Menurut Fujii, Soedirman menjadi salah satu simbol penting dalam hubungan kedua negara. Banyak kontak yang terjadi antara Jepang dengan Soedirman.
Soedirman mulai mengenal dunia militer saat ditunjuk sebagai salah satu kader dalam pelatihan Pembela Tanah Air (PETA) (Giguyun), organisasi semi-militer bentukan Jepang.
PETA didirikan pada Oktober 1943 dan perekrutan anggota bersifat sukarela dari kalangan masyarakat pribumi. Saat tergabung dalam organisasi PETA, Soedirman banyak mendapat pengetahuan mengenai kemiliteran.
Awalnya, PETA merupakan tentara sukarelawan yang dibentuk oleh Pemerintah Jepang saat menguasai bangsa Indonesia pada tahun 1942 hingga 1945. Pembentukan PETA memang diawali dengan tugas untuk membantu Jepang dalam peperangan Asia Timur raya.
Kala itu Soedirman ditunjuk langsung oleh Jepang sebagai komandan dan bertugas merekrut banyak anak muda di daerahnya untuk bergabung dengan PETA.
Soedirman dan anak pribumi lain dilatih Jepang untuk bisa berperang, dengan harapan awal, mampu berperang dan menghalau tentara Sekutu yang mulai gencar memburu Jepang di mana saja mereka berada.
Sempat terjadi pergolakan tentara PETA karena sikap Jepang yang mempekerjakan secara paksa masyarakat Indonesia. Pemberontakan itu bahkan sempat membunuh satu orang Jepang oleh tentara PETA.
Di sini peran Jenderal Soedirman dianggap penting. Setelah mengetahui hal tersebut, Soedirman mengusahakan kepada pihak Jepang agar anak buahnya tidak dibunuh sebagai syarat pemberontakan akan dihentikan.
Momen itu membuat Soedirman dikenal dan dipercaya oleh Presiden Soekarno menjadi jenderal terpercaya di Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Dalam pidato perayaan hari jadi Pasukan Bela Diri Jepang ke-63 di salah satu hotel di bilangan Jakarta Pusat. Masafumi menegaskan patung Jenderal Soedirman adalah satu-satunya patung orang asing di gedung Kementerian Pertahanan Jepang.
“Ada patung Jenderal Soedirman di kantor Kementerian Pertahanan Jepang. Itu adalah patung tokoh asing pertama yang ada di Kementerian Pertahanan kami,” ujar Masafumi.
Pengangkatan Soedirman menjadi Panglima Besar TKR
Setelah PETA dibubarkan pada 18 Agustus 1945, Soedirman mendirikan BKR (Badan Keamanan Rakyat) yang kemudian berubah menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Pada saat di TKR, Soedirman yang berpangkat kolonel ditunjuk sebagai pemimpin dalam pertempuran Ambarawa.
Pertempuran Ambarawa berakhir dengan kemenangan TKR atas Tentara Inggris pada 15 Desember 1945. Oleh karena kemenangannya, Soedirman diangkat oleh Pemerintah Indonesia sebagai panglima TKR dan pangkatnya yang semula kolonel naik menjadi jenderal.
Di bulan Desember 1948, pasukan Belanda kembali melakukan agresi militer yang lebih dikenal dengan sebutan Agresi Militer II Belanda. Saat itu, Yogyakarta yang menjadi ibu kota Negara Republik Indonesia berhasil dikuasai oleh Belanda.
Gondokusuman, Yogyakarta jadi saksi bisu sejarah TNI di Indonesia. Para pemuda komandan divisi dan resimen se-Jawa dan Sumatra berkumpul.
Mereka menyelenggarakan konferensi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) untuk memutuskan pucuk pimpinan tertinggi angkatan perang. Saat itu, kongres dipimpin Kepala Staf Umum TKR, Urip Sumoharjo.
Saat Presiden Sukarno mengumumkan maklumat pembentukan TKR pada 5 Oktober 1945, lembaga tersebut belum memiliki pemimpin tertinggi. Sebenarnya Sukarno telah menunjuk Supriyadi sebagai Menteri Keamanan Rakyat, namun hingga waktu yang telah ditentukan, ia tak kunjung datang.
Kota Pelajar merupakan markas TKR, karena saat itu Jakarta telah diduduki sekutu. Dalam kongres tersebut, ada agenda untuk pemilihan panglima besar TKR. Untuk menentukan pimpinan tertinggi itu, dilakukanlah pemungutan suara.
Proses pemilihan yang berlangsung sangat sederhana itu akhirnya memenangkan Sudirman dengan suara terbanyak. Lalu, Urip mendapatkan suara terbanyak kedua dan diminta tetap jadi Kepala Staf Umum.
Kala itu, Jenderal Sudirman masih sangatlah muda, baru berusia 29 tahun. Berdasarkan buku Soedirman Seorang Panglima, Seorang Martir oleh tim buku Tempo, Sudirman saat itu sudah terkenal di kalangan pimpinan divisi, terutama Jawa, berkat kecakapan dan karismanya.
Sebulan setelah pemilihan, Sudirman memimpin TKR untuk memukul mundur pasukan Inggris yang membonceng Belanda di Ambarawa, Jawa Tengah. Peristiwa tersebut kini dikenal sebagai pertempuran Palagan Ambarawa.
Tiga hari usai peristiwa tersebut, atau pada 18 Desember 1945, Sudirman dilantik sebagai Panglima Besar TKR oleh Presiden Soekarno.