SIGI – Gempa pertama sebesar 5.5 SR tercatat BMKG pada 27/02/2023 pukul 08:26:02 WIB. Kemudian disusul Mag:2.4, 27-Feb-2023 09:56:52WIB, Lok:1.68LS, 120.07BT (38 km Tenggara SIGI-SULTENG), Kedlmn:10 Km.
Masih ada gempa susulan Mag:2.8, 27-Feb-2023 11:25:30WIB, Lok:1.57LS, 120.18BT (38 km Tenggara SIGI-SULTENG), Kedlmn:10 Km.
Lalu Mag:4.3, 27-Feb-2023 11:33:17WIB, Lok:1.55LS, 120.22BT (41 km Tenggara SIGI-SULTENG), Kedlmn:10 Km
Gempa terakhir yang tercatat berada di lokasi yang sama Mag:4.3, 27-Feb-2023 11:33:17WIB, Lok:1.55LS, 120.22BT (41 km Tenggara SIGI-SULTENG), Kedlmn:10 Km
Belajar dari Gempa Turki, BMKG Menyiapkan Langkah Mitigasi untuk Indonesia
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan topik “Lesson Learned from Turkey Earthquake for Mitigation Preparedness of the Next Potential Destructive Earthquake in Indonesia”. Acara tersebut dihadiri oleh instansi pemerintah pusat dan daerah, kalangan akademisi dan Lembaga peneliti diantaranya USGS, Japan Meteorological Agency (JMA) dan Japan International Coorperation Agency (JICA). Adapun narasumber FGD tersebut adalah dari Universitas Hokaido Jepang, USGS, Universitas Stanford, ITB, BRIN dan BMKG.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menyampaikan bahwa gempa dahsyat di Turki dan Suriah dengan magnitudo 7.8, 6.7, 7.5, serta 6.8 baru-baru ini memberikan peringatan bagi Indonesia. Menurut BMKG, Indonesia memiliki potensi gempa dahsyat yang sama dengan Turki.
Secara geologis Turki cukup rumit sehingga mendorong terjadinya berbagai peristiwa gempa bumi. Kerjasama untuk kolaborasi penelitian, pemahaman, dan penerapan hasil peningkatan pengetahuan diperlukan untuk menghindari dampak bencana gempa tersebut.
“Gempa Turki menjadi pengingat bagi kita yang ada di Indonesia, yang juga merupakan wilayah yang rawan terhadap gempa yang dipicu sesar aktif terlebih gempa yang bersifat merusak akibat pusat gempa berada di permukaan yang dangkal,” jelas Dwikorita
Kajian yang komprehensif mengenai zona sesar geser di Indonesia meliputi Sesar Besar Sumatera, Sesar Palu Koro, Sesar Matano, Sesar Cimandiri, Sesar Opak, Sesar Gorontalo, Sesar Tarera Aiduna, Sesar Yapen, dan lainnya diperlukan untuk khususnya sesar Gorontalo dan Opak yang terletak di daerah padat penduduk dan memperlukan perhatian lebih karena potensi gempa yang signifikan.
Menurut Dwikorita yang menjadi penyebab umum keruntuhan bangunan akibat gempa bumi yaitu desain bangunan yang tidak konsisten, material dan kualitas yang kurang baik, perawatan yang tidak memadai, permintaan seismik terkadang terlalu tinggi karena beberapa faktor tertentu (ketidakteraturan struktural, massa yang tidak perlu), dan lain-lain.
Pembaruan berkala peta bahaya seismik memberikan dasar teknis bagi ketentuan desain seismik dalam kode bangunan. Salah satu upaya untuk mitigasi bahaya secara cepat dapat dilakukan dengan memahami potensi bahaya gempa bumi dan risikonya sehingga tidak ada korban jiwa meskipun daerah tersebut memiliki jarak tempuh tertentu.