MAKASSAR – Bawaslu Sulsel mengungkap ada 2.000 TPS yang diduga melakukan pelanggaran administrasi. Anggota Bawaslu Sulsel Saiful Jihad awalnya mengatakan ada beberapa masalah yang terjadi saat hari pencoblosan.
Masalah yang muncul didominasi keterlambatan dan kekurangan logistik hingga pengamanan kotak suara.
”Pertama terkait distribusi logistik, Makassar ini yang paling masif keterlambatan. TPS terlambat logistik,” kata Saiful kepada wartawan di Kantor Bawaslu Sulsel, Jalan AP Pettarani, Makassar, Jumat (16/2/2024).
Saiful mengungkapkan, hanya 4 kecamatan yang penyaluran logistiknya tepat waktu. Sementara di TPS kecamatan lainnya, pencoblosan baru dimulai antara pukul 08.00 Wita hingga 09.00 Wita.
”Hanya 4 kecamatan yang terdistribusi logistiknya tepat waktu sehingga bisa dimulai jam 7. Tetapi rata-rata selain itu dilaksanakan jam 08.00 ke atas bahkan ada jam 9 lewat baru dimulai,” ungkapnya.
Bawaslu juga mencatat pelanggaran administrasi lainnya seperti surat suara tertukar yang terjadi di 35 TPS di Makassar. Saiful menyebut insiden itu bahkan baru disadari saat proses pencoblosan telah berlangsung.
”Selain pelanggaran logistik tiba, ada 35 TPS yang tertukar surat suara antar dapil dan ini sempat digunakan. Meski kemudian KPU sempat menyampaikan bahwa surat suara yang digunakan yang tercoblos bukan dapil di situ itu disahkan masuk suara partai,” ujarnya.
Kekurangan C1 Plano juga turut menjadi persoalan di sejumlah TPS di Makassar. Saiful menilai, manajemen tata kelola distribusi logistik ke TPS kurang rapi sehingga menyebabkan banyak TPS kebingungan.
”Kemudian ada beberapa yang menginisiasi sampai memfotokopi, apa segala macam, ini terlambat. Sehingga saya katakan Makassar ini yang paling banyak berkaitan dengan manajemen tata kelola distribusi logistik yang kurang rapi,” ungkapnya.
Pelanggaran administrasi lainnya, lanjut Saiful yakni kurangnya tali tis untuk pengaman kotak suara yang hampir terjadi di semua kecamatan di Makassar. Dia bahkan menyebut ada 2.000 TPS yang diduga melakukan pelanggaran administrasi tersebut.
”Hampir semua di Makassar itu tis (bermasalah), kan itu tidak tergembok (surat suara) kan mestinya itu tergembok kotak suara yang di Makassar. Hampir semua di Makassar, 2.000-an lebih TPS, lebih dari setengah (dari 4.004 TPS) itu tidak ada tis-nya,” ujarnya.
Lebih lanjut Saiful mengatakan peristiwa itu hanya akan dianggap sebagai pelanggaran administrasi. Pelanggaran administrasi itu tidak berujung pada pemungutan suara ulang (PSU). Bawaslu hanya akan memberi rekomendasi saran perbaikan.
”Tidak sampai potensi PSU yang semacam itu. Kategori pelanggaran administrasi karena itu berkaitan tata cara prosedur dan mekanisme tetapi apapun itu kan ini bisa mempengaruhi proses yang jalan. Akibatnya ada penghitungan suara yang mestinya sesuai putusan MK berakhir tanggal 15 paling lambat pukul 12 siang, di (Makassar) ada sampai sore,” tambahnya.
Bawaslu Sulawesi Selatan (Sulsel) mengungkap ada 2 tempat pemungutan suara (TPS) di Kota Makassar berpotensi melakukan pemungutan suara ulang (PSU). Kebijakan ini kemungkinan akan diambil buntut temuan pelanggaran di TPS tersebut.
“Kalau potensi untuk PSU di Makassar dari informasi Bawaslu (Makassar) ada 2 TPS yang potensi PSU,” ujar Anggota Bawaslu Sulsel Saiful Jihad kepada wartawan di kantornya, Jumat (16/2/2024).
Saiful menjelaskan potensi PSU di 2 TPS tersebut disebabkan adanya pemilih yang tidak tercantum namanya dalam daftar pemilih tetap (DPT) maupun daftar pemilih tambahan (DPTb) namun mencoblos di TPS itu. Bahkan warga tersebut tidak memiliki surat keterangan pindah memilih.
“Itu diakibatkan ada orang dari luar penduduk Makassar yang kemudian memilih sementara namanya tidak ada di DPT dan DPTb. Dia juga tidak menggunakan form pindah memilih sementara KTP-nya di luar Makassar,” kata Saiful.
Kendati demikian, Saiful mengaku belum mendapat rincian titik TPS yang dimaksud dari Bawaslu Makassar. Pihaknya masih mendalami kronologi kejadian dan jumlah warga yang diduga mencoblos di TPS yang namanya tidak terdata.
“Saya kurang tahu pasti, tetapi yang jelas dia bukan orang Makassar,” katanya.
Dia menyebut situasi ini banyak terjadi di daerah lain di Sulsel. Saiful belum mengetahui pasti penyebab ada warga diloloskan mencoblos di TPS yang tidak seharusnya.
“Ini juga yang banyak terjadi di daerah jadi pemungutan suara ulang dilakukan karena salah satunya ada yang bukan penduduk di situ datang di TPS mencoblos sementara namanya tidak ada DPT dan DPTb dan tidak ada pindah memilihnya,” jelasnya.
Saiful menambahkan persoalan ini masih didalami. Dia menuturkan masih mengidentifikasi wilayah-wilayah yang berpotensi PSU buntut adanya dugaan pelanggaran saat pencoblosan.
“Saya lupa tadi di mana titiknya, tetapi laporannya ada 2 di Makassar. Selain Makassar, ada juga potensi PSU di Palopo, Parepare, Wajo, Pinrang, Pangkep, dan Selayar,” imbuh Saiful.