Jakarta – Mantan anak buah Syahrul Yasin Limpo (SYL) ketika masih menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Abdul Malik Faisal, dihadirkan sebagai saksi meringankan dalam perkara dugaan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan). Kesaksian ini diungkapkan dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (10/6/2024).
Malik menyebutkan bahwa SYL, yang kini menjadi terdakwa, adalah sosok yang tidak suka ‘bermain-main’ dengan proyek. Menurut Malik, selama menjabat sebagai gubernur, SYL lebih sering berada di lapangan daripada di kantor. “Pak Syahrul itu kalau saya lihat bekerja 80 persen di lapangan, cuma 20 persen di kantor. Semua kecamatan didatangi dan tidak pernah bicara soal uang, tidak pernah bicara soal proyek di Gowa,” ujar Malik.
Ia juga menceritakan kejadian di mana kakak SYL yang merupakan anggota DPR marah karena tidak mendapatkan proyek dari SYL. “Dia bilang, ‘kenapa saya dilarang dapat proyek di Gowa, nah saya ini juga pengusaha meskipun saya anggota DPR’, saudara, kakaknya sendiri pada saat itu marah,” tuturnya. Malik menilai bahwa peristiwa tersebut menunjukkan bahwa SYL adalah pribadi yang tidak suka ‘bermain’ proyek. “Saya saat itu langsung berpikir Pak Syahrul ini tidak main-main proyek,” ucapnya.
Abdul Malik Faisal, yang kini menjadi Staf Ahli Gubernur Subbidang Hukum Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, juga mengungkapkan bahwa SYL pernah menolak uang dalam satu kardus saat menjabat sebagai Wakil Gubernur Sulawesi Selatan pada periode 2003-2008. Malik mengatakan bahwa peristiwa ini terjadi saat dirinya menjabat sebagai Kepala Sekretariat Wakil Gubernur Sulawesi Selatan.
“Suatu hari, ada tamu yang datang membawa kardus dan ingin bertemu Pak SYL. Saya tidak tahu siapa tamu itu dan tidak memeriksa kardusnya,” kata Malik. Setelah tamu tersebut keluar, kardus itu tetap tinggal di kantor. “Pak SYL kemudian menelpon saya dan meminta untuk mengejar tamu itu dan mengembalikan kardusnya,” jelasnya.
Saat Malik melihat isi kardus tersebut, ternyata isinya adalah uang. Ia segera mengejar tamu itu dan mengembalikan kardus berisi uang tersebut, menyampaikan bahwa SYL tidak berkenan menerima uang itu. “Itu pelajaran luar biasa. Pak SYL bilang, ‘Malik, jangan harga dirimu hilang gara-gara uang, jangan kau terhina gara-gara uang’,” tuturnya.
Malik menjadi saksi meringankan dalam sidang kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan), di mana SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar. Pemerasan tersebut dilakukan bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta, yang juga menjadi terdakwa. Keduanya berperan sebagai koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.
SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam pembelaannya, Malik berharap kesaksiannya dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang integritas SYL yang dikenal olehnya selama bertahun-tahun. Kesaksian ini diharapkan bisa membantu dalam mengungkap kebenaran dan memberikan keadilan dalam proses hukum yang sedang berlangsung.